Pharisaism

Pada umumnya apakah dia wanita atau pria tentu merasa bangga kalau penampilannya indah, elok, cantik, ganteng, tampan bila dipandang mata. Kelihatan dari luar nampak berbeda atau secara badani tergambar dari postur lahiriahnya. Tidak heran toko yang menjual produk seperti baju, sepatu, tas, kacamata, ikat pinggang, minyak harum, minyak rambut, kosmetik, sangat laris dikunjungi orang atau pelanggan. Bisnis salon (rambut), nails (kuku), tattoo (tubuh) kini menjamur di mana-mana mengikuti model terkini dengan warna-warni dan bentuk menawan yang sangat digandrungi terutama oleh kawula muda. Barang dagangan yang dikenal dengan “apparel product” sering dibanjiri orang untuk membelinya demi penampilan dari luar agar kelihatannya ‘wah.’ Mulai dari merk yang sudah dikenal dipasaran sampai merk yang belum terkenal seperti Louis Vuitton, Christian Dior, Bvlgari, Fendi, Chanel, Gucci, Prada, Coach, Giorgio Armani, Estee Lauder, Chloe, L’Oreal, Michael Kors, Calvin Klein, Guess, Levi’s, DKNY, BCBG, Salvatore Ferragamo, Long Champ, Marciano, Max Mara, Hugo Boss diburu orang, walaupun dengan harga yang mencekik leher. Sebagai pengikut Kristus biarlah kecantikan itu dari dalam bukan dari luar, sehingga kita dalam proses pemuridan akan disebut “inner beauty.”

Merriam Webster menyebutkan definition of Pharisaism is the doctrines or practices of Pharisees. Orang-orang Farisi (Pharisees) terkenal dengan karakter, sikap, tabiat, atau roh “hypocrisy” (kemunafikan/kepura-puraan). Yesus tanpa tendeng aling-aling menemplak sifat mereka, yang Yesus inginkan supaya kita menjauhkan dari sifat ini. Itu sebabnya penulis memilih judul “pharisaism” merujuk pada orang-orang Farisi yang memiliki sifat yang tidak sepadan dengan hati (pikiran) mereka berlandaskan Alkitab. Kadang kala kita berlagak/berlaku seperti orang-orang Farisi tanpa kita sadari, sifat kita hanya indah kelihatan dari luar tapi sebenarnya tidak setulus hati kita. Kesombongan/tinggi hati melanda diri kita, menganggap diri benar/suci dan memandang rendah (sepele/remeh/tidak berharga) semua orang lain.

Dalam Alkitab ada banyak contoh yang boleh kita renungkan, seperti “Perumpamaan Tentang Orang Farisi Dengan Pemungut Cukai” (The Parable of the Pharisee and the Tax Collector) terdapat dalam kitab Injil Lukas 18: 9-14. Perumpamaan ini dari Yesus, “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa, yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai” (ayat 10). Orang Farisi isi doanya: Bertele-tele, selain dia bersyukur karena dia tidak seperti yang lain, perampok, lalim/tidak adil, pezinah, serta seperti pemungut cukai ini, juga dia berpuasa dua kali seminggu, dan mengembalikan persepuluhan dari segala penghasilannya (baca ayat 11-12). Di pihak lain, pemungut cukai isi doanya: Singkat, dia berdiri jauh dari mimbar, tidak berani menengadah ke atas/surga, melainkan memukul diri/dadanya dan berkata; “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” (baca ayat 13). Kemudian Yesus berkata, orang ini (pemungut cukai) pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan (Allah) sedang yang lain (orang Farisi) tidak (lihat ayat 14).

Setelah Yesus selesai mengajar, seorang Farisi mengundangNya untuk makan di rumahnya, maka masuklah Ia lalu duduk makan. Ketika orang Farisi melihatnya, ia heran sebab Yesus tidak mencuci tangan lebih dahulu sebelum makan. Dalam kitab Injil Lukas 11: 39-44 ada 4 (empat) templakan yang Yesus sebutkan tentang orang Farisi yaitu: 1) “Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan” (ayat 39), 2) “Tetapi celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, kamu membayar persepuluhan dari selasih (kemangi/adas), inggu (jintan) dan segala jenis sayuran (daun/herbal), tetapi kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (ayat 42), 3) “Celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan suka menerima penghormatan di pasar“ (ayat 43), 4) “Celakalah kamu (scribes and Pharisees, hypocrites!), sebab kamu sama seperti kubur yang tidak memakai tanda; orang-orang yang berjalan di atasnya, tidak mengetahuinya” (ayat 44).

John Fowler, penulis sejumlah artikel dan buku, pernah menulis Pedoman Pendalaman Alkitab Sekolah Sabat Dewasa: “Pertentangan Semesta Antara Kristus dan Setan” (2002) dan “Efesus: Injil Membina Hubungan” (2005), telah melayani gereja selama 53 tahun sebagai pendeta, dosen teologi dan filsafat, editor dan administrator pendidikan. Dalam Pedoman Pendalaman Alkitab Sekolah Sabat Dewasa (Penuntun Guru) triwulan II (April, Mei, Juni) 2015 pada Pelajaran 10 “Mengikuti Yesus dalam Kehidupan Setiap Hari” (Following Jesus in Everyday Life) antara lain beliau mengatakan apa yang harus kita serahkan untuk mengikuti Yesus? Selain diri kita sejak awal pemuridan, dibarengi dengan prioritas hidup yaitu mengutamakan Allah dan salib Yesus sebagai daya tarik kehidupan, juga sifat kemunafikan. Berlagak seperti “pharisaism” (farisisme) yang dikecam Yesus, hidup berdasarkan eksternalisme, legalisme, gaya hidup mewah, tanpa sepadan dengan belas kasihan, kemurahan dan keadilan. Sifat munafik adalah sel kanker yang membunuh perlahan-lahan pemuridan. Mengenakan jubah agama secara luar, tapi menghancurkan komitmen batin dalam prinsip-prinsip kerajaan Allah seperti kasih, sukacita, damai sejahtera, penurutan dan keadilan. Itu sebabnya Yesus memperingatkan “Waspadalah terhadap ragi orang Farisi, yaitu kemunafikan” (Lukas 12: 1).