Berapa Nilai Diri Saudara

Ada kriteria dunia menentukan penilaian tentang seseorang:

  1. Banyak Uang
  2. Punya Jabatan
  3. Pendidikan tinggi dengan gelar-gelarnya
  4. Terkenal: Artist, dll

Melihat kriteria ini, ada beberapa reaksi:

  1. Mereka yang telah memiliki sekurang-kurangnya satu kriteria akan bangga dengan diri mereka. Boleh jadi kepuasan tentang kondisi diri dan merasa cukuplah sampai disini atau status quo.
  2. Mereka yang belum memiliki, namun karena ada kemampuan, berusaha dengan percaya diri tinggi untuk memilikinya.
  3. Mereka yang belum memiliki, tapi tentu saja ingin memilikinya, namun karena keadaan harus pasrah dan perasaan rendah diri membuat dia tidak berbuat apa-apa dan menganggap diri tidak berarti.

Puji Tuhan! Tuhan kita menilai kita bukan berdasarkan kriteria apapun, seperti yang disebutkan dalam Yohanes 6:37b, “barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.”

Bagi Tuhan kita bernilai bukan karena memenuhi kriteria seperti yang dunia berikan. Dalam Yeremia 9:23-24, “Beginilah firman TUHAN: “Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.”
Itu sebabnya Tuhan memanggil kita sebagai anak-Nya, seperti dalam I Yohanes 3:1, “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia.”

Seorang tokoh pemerintahan, tetapi tingkat rendah, di Inggris, dipanggil oleh Ratu ke istana, wah ini kesempatan luar biasa baginya untuk hadir di istana. Pagi-pagi dia sudah ada di istana, dan sambil menunggu panggilan, dia menikmati keindahan istana Inggris. Di sebuah taman ada seorang gadis kecil sedang bermain sendirian. Dia menyapa anak itu: “Siapakah Anda?” Anak ini menyahut: “Saya bukan siapa-siapa. Tetapi mama saya adalah ratu negeri ini.”

Perhatikan dua bagian dari perkataan anak tadi. “Saya bukan siapa-siapa.” Sebagai seorang anak kecil yang belum tahu apa-apa, maka dia benar. Dia tidak punya harta, dia tidak punya jabatan, dia belum berpendidikan dan belum terkenal. Dia bukan siapa-siapa. Tetapi pernyataan kedua dari anak ini membuat semua orang tidak memandang remeh, “Tetapi mama saya adalah ratu negeri ini.”

Saudaraku, terkadang ketika kita berhadapan dengan dunia, kita kecewa. Kita tidak terpandang dan tidak bernilai. Kita bukan siapa-siapa! Tetapi bangkitlah karena kita berharga di mata Tuhan. “Tetapi Bapa Surga adalah Penguasa Alam Semesta.”
Bukan itu saja. Mari kita lihat I Petrus 2:9, “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, Kita adalah umat pilihan, suatu umat yang terpilih. Kita adalah imamat yang rajani, istimewanya disini ialah kita punya akses langsung untuk bertemu, berbicara, atau memohon sesuatu secara langsung kepada Penguasa Alam Semesta ini tanpa harus lewat birokrasi yang rumit sebagaimana bila kita mau bertemu dengan penguasa di dunia ini.

Kita adalah bangsa yang kudus, diasingkan untuk suatu tugas atau misi khusus. Dan terakhir, ini yang paling saya sukai, ”…umat kepunyaan Allah sendiri.” Cukup bangga kita apabila dikatakan sebagai umat kepunyaan Allah. Tetapi kalimat itu tidak hanya sampai titik disana, tambahan kata “sendiri” menyatakan sesuatu yang menyangkut pribadi Allah, Milik Pribadi Allah.

Satu keluarga punya mobil bagus. Ayah tidak bisa mengatakan bahwa itu milik pribadinya, karena ibu atau anak pun akan berkata bahwa itu mobil mereka. Ada sebutan: “Jelek-jelek milik pribadi”, jadi jangan jelek-jelekan barang itu. Barangnya tidak marah, tetapi yang punya yang akan tersinggung.

Demikian juga dengan kita, kita bukan siapa-siapa, tetapi kita adalah milik pribadi Allah. Bila ada yang meremehkan kita, kita tidak usah marah, karena kalau kita yang marah tidak berpengaruh apa-apa. Tetapi bila yang punya marah, yaitu Allah, wah hati-hati!

Demikianlah kita sangat bernilai di mata Allah. Bukan karena ada kriteria yang baik dari kita, tetapi itu semata-mata karena Kasih Karunia Allah.

Sekarang mari kita lanjutkan kelanjutan I Petrus 2:9. Ada satu hal lagi yang membuat diri kita berharga, yaitu “supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia,” dengan tanggung jawab. Kita akan bertambah nilai hidup kita dengan adanya tanggung jawab. Dan Allah memberikan kita tanggung jawab. Dan ternyata disinilah letak sesungguhnya dari nilai hidup kita. Karena keistimewaan kita yang pertama itu hanyalah gelar: Anak Allah, Imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri. Itu semua gelar. Tetapi tanggung jawab adalah berbeda. Itu kembali kepada pribadi kita masing-masing. Bila kita menjawab keistimewaan yang diberikan Allah, maka kita akan menjalankan tanggung jawab kita. Tetapi bila kita tidak menjalankan tanggung jawab tersebut, berarti kita yang membuat diri kita sendiri tidak berarti.

Bukankah sekarang ini banyak orang yang sedang menyesuaikan dengan kriteria-kriteria dunia? Berjuang untuk mendapatkan kekayaan dan dengan kekayaan itu mereka merasa aman dan nyaman karena berterima dan diakui oleh dunia? Demikian juga, berjuang mendapat jabatan, ataupun pendidikan tinggi agar dihargai oleh sesama manusia?

Tidak salah mencari uang, jabatan, ilmu, dan lain sebagainya. Tetapi ingat, itu semua bukan untuk memberi nilai diri kita. Karena menjadi Anak Allah, umat pilihan, Imamat yang rajani, bangsa yang kudus dan umat kepunyaan Allah sendiri itu lebih bernilai dari harta, jabatan, ilmu, dan lain sebagainya.

Marilah kita mencari uang, jabatan, ilmu, dan lain-lain untuk kita gunakan menjalankan tanggung jawab yang Tuhan berikan kepada kita.

Kiranya kita dapat menyadari misi keberadaan kita di dunia ini dengan menjalankan tanggung jawab yang Allah berikan.
Tuhan memberkati…