Setiap Desember tiba, pernak-pernik natal mulai memenuhi pusat perbelanjaan. Perkampungan mulai dipenuhi ornamen Natal. Begitu ‘menginjakkan kaki’ di bulan Desembar, anak-anak menunggu datangnya Sinterklas, pembawa kado natal .bagi mereka yang dengar-dengaran. Aroma kuepun mulai tercium dari setiap dapur rumah yang hendak merayakan natal. Seakan belum cukup dengan serba-serbi perlengkapan natal, beberapa tahun terakhir, suasana akhir tahun ditutupi dengan pesta kembang api yang bisa menelan biaya ratusan milyar rupiah. Kapan dan darimana asal-usul pernak-pernik, Natal menjadi hal yang menarik untuk disimak.
Natal
Kata Natal dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Latin natalis berarti ‘dilahirkan’. Natal disebut oleh orang Belanda sebagai Kerstmis, tidak berbeda jauh dengan kata Inggris Christmas. Orang Perancis menyebutnya Noel yang oleh orang Spanyol dikenal dengan Navidad yang didalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nativity yakti ‘kelahiran Yesus’. Kata Xmas mulai digunakan pada abad ke-13, di mana ‘X’ (dibaca ci) merupakan huruf ke 22 dalam alphabet Yunani dan bentuknya mernyerupai salib yang menjadi lambang Kristus.
Tanggal 25 Desember sendiri sebagaimana diketahui masyarakat pada umumnya, bukanlah merupakan tanggal kelahiran Yesus. Penanggalan itu sebenarnya merupakan perayaan kelahiran Dewa Matahari oleh orang Romawi. Ketika Kaisar Constantinus Agung menjadi Katolik, ia memperbolehkan orang-orang Katolik mempraktekkan agama mereka di kekaisaran Romawi. Sebagaimana di wilayah lainnya di seluruh belahan dunia, saat mengenal Yesus, penyembahan kepada dewa lainpun dialihkan menjadi berfokus pada Yesus, yang mencakup penggunaan istilah kata, lagu-lagu maupun perayaan hari-hari besar.
Sebelum perayaan 25 Desember dirayakan secara meluas, masyarakat yang hidup sebelum tahun 254 M, merayakan kelahiran Yesus dalam hari dan bulan yang berbeda, karena tidak ada yang mengetahui secara pasti tanggal kelahiran Yesus; ada yang merayakan pada 6 Januari, 25 Maret dan 25 Desember.
Pohon Terang
Adapun pohon terang yang juga dikenal dengan pohon Natal mulai dikenal sekitar tahun 722 M. Mengapa pohon cemara?
Suatu ketika, Wynfrid, seorang misionaris Inggris pergi mengabarkan Injil ke Jerman, di negara bagian Hesse yang waktu itu belum mengenal Yesus. Penduduk di sana masih mempraktekkan penyembahan dengan korban manusia kepada Dewa Thor yang bersemayam di Pohon Ek. Saat menyaksikan seorang anak yang akan dikorbankan, Wynfrid, yang kemudian dikenal sebagai Bonifasius, menghentikannya, dan menyatakan bahwa dewa tersebut tidak pernah ada. Sebagai buktinya, ia memotong pohon ek itu dan tumbang. Hingga di suatu pagi saat Natal, ia melihat sebuah pohon cemara tumbuh di dekat pohon ek yang telah roboh dan memanggil para penduduk yang telah menjadi pengikutnya untuk memperlihatkan pada mereka tentang pohon itu, dan menyatakan bahwa pohon itu menunjuk ke arah Raja Penyelamat Yang Sejati.
Sedangkan ornament lampu yang menghiasi pohon cemara bukan semata karena perkembangan zaman yang lebih modern, tetapi dimulai oleh Marthin Luther di Jerman, yang pernah menebang pohon cemara saat Natal, dan meletakkannya di dalam rumah kemudian menyalakan lilin-lilin di pohon tersebut sebagai pengganti bintang-bintang yang pernah menerangi jalan para Majus menuju ke Bethlehem. Orang-orang Jerman yang beremigrasi ke Amerika juga membawa budaya yang telah tumbuh dalam masyarakat Jerman ini.
Sinterklas
Figur ciptaan beberapa seniman Amerika yang sangat dinantikan oleh anak-anak di setiap bulan Desember ini mulai ‘hidup’ dan dikenal sejak sekitar abad ke-4 Masehi. Adalah Uskup Nikolas yang berhati mulia dan suka menolong orang yang berkesusahan yang tinggal di Myra, Italia. Saat wafat, sang uskup dinobatkan sebagai Santo oleh Gereja Katolik Roma dan pestanya dirayakan setiap tanggal 6 Desember.
Waktu berlalu hingga sekitar abad 17 Masehi ketika orang Belanda yang mulai beremigrasi ke Amerika membawa serta kebiasaan mereka berdoa dan menghormati pahlawan dan pelindung mereka, Santo Nikolas, yang dalam bahasa Belanda disebut Sinter Klaas. Di tahun 1809, seorang seniman terkenal Amerika, Washington Irving, menghidupkan cerita tentang Sinterklas ini dalam bukunya The History of New York, di mana cerita tersebut dia dapatkan dari keturunan imigran Belanda pertama yang tinggal di New York yang pada waktu itu masih berpenduduk sekitar 25 ribu orang. Kemudian tahun 1823, seorang seniman Amerika lainnya, Clement C. Moore menulis puisi The Night before Christmas yang menceritakan kunjungan Sinterklas pada malam sebelum Natal. Pada saat inilah Sinterklas pertama kali dikaitkan dengan Natal. Moore menceritakan tentang Sinterklas yang menaiki kereta salju yang dihela delapan rusa kutub yang bisa terbang, bahwa ia membawakan hadiah untuk anak-anak dari rumah ke rumah.
Gambaran tentang Sinterklas yang berpotongan tubuh bulat dan tambun mulai dimunculkan sekitar tahun 1863 ketika Thomas Nast memuat gambar-gambar Sinterklas di majalah Harper’s Weekly untuk edisi Natal. Gambar-gambar itu juga menciptakan cerita baru tentang Sinterklas yang memiliki pabrik mainan sendiri lengkap dengan para pekerja yang terdiri atas peri yang lucu dan baik hati di Kutub Utara.
Akhirnya, figur Sinterklas dengan kostum yang dikenal saat ini dimunculkan pada sekitar tahun 1920-an, ketika Haddom Sundblom menggambar Sinterklas dengan pakaian beludru merah dan topinya berkuncir, di mana gambar tersebut digunakan untuk promosi sebuah minuman ringan berinicial ‘C’ yang sangat popular hingga saat ini. ***