Pemilihan Yang Ideal

Setelah PPP retak dengan adanya dua kepemimpinan, kali ini partai Golkar yang selama ini dikenal sebagai partai paling solid yang mengalami keretakan. Kedua kelompok yang bertikai membuat pemilihan dengan versinya kemudian mengklaim pemilihan kelompok yang lain tidak demokratis dan tidak sah. Saling lempar pernyataan yang mengklaim kelompok yang lain tidak layak atau tidak pantas lagi menjadi pemimpin. Menjelang Munas partai Demokrat, para calon ketua umum mulai bersuara. Muncul pula komentar bahwa calon yang lain sangat tidak layak untuk menjadi calon ketua umum.

Dalam lingkup yang lebih kecil, di jemaat, komentar senada yang menyatakan keraguan dengan figur yang sudah terpilih cukup sering terdengar. Di Manado dan sekitarnya kadang muncul komentar “kiapa dia yang tapilih ?”, “Dia belum pantas”, “Apa ndak ada orang laeng ?”. Begitu pula dengan komentar miring lainnya yang menyatakan keraguan kepada figureyang sudah terpilih.

Terlepas dari hal itu, proses pemilihan pimpinan gereja menjadi perhatian yang sangat krusial di berbagai gereja, baik di gereja Advent maupun di gereja-gereja lainnya. Tidak sedikit gereja mengalami goncangan karena proses pemilihan pimpinan yang tidak berjalan dengan baik. Bukan sekedar goncangan, karena cukup banyak gereja yang benar-benar retak, hancur dan memunculkan gereja-gereja dengan organisasi yang berbeda. Ada juga yang sampai saat ini terus berebut setelah terbentuk dualisme kepemimpinan. Dalam hal ini yang menjadi korban adalah umat. Tidak sedikit yang lemah iman, tidak sedikit pula yang meninggalkan gereja tersebut dan beralih ke gereja lain yang dirasa lebih teduh.

Mengantisipasi hal itu maka berbagai gereja terus berusaha membenahi sistem pemilihan pimpinan gereja karena memilih pimpinan gereja bukanlah sekadar memilih figur pemimpin baru tetapi membangun sistem organisasi dan pelayanan yang lebih baik dan rapi, yang harus dituangkan dalam aturan dasar yang jelas. Pada akhirnya para pemilih tetap memilih orang tertentu. Siapa yang paling pantas memimpin gereja pada satu periode ke depan. Tentu saja saja dalam organisasi gereja Advent yang menentukan itu adalah nominating comittee yang melakukannya dalam pergumulan doa dan bimbingan firman Tuhan. Meskipun demikian kita harus akui, pada level-level tertentu pengaruh politik duniawi ikut mempengaruhi proses pemilihan pimpinan gereja dan hal ini tidak terkecuali di gereja manapun. Kadang proses pemilihan dibarengi dengan manuver, intrik dan mungkin juga dengan “politik uang”, dan yang lebih berbahaya emosi banyak warga jemaat. Apalagi bila pemilihan bercampur dengan sentimen marga, latar belakang akademi, latar belakang etnis, pertemanan dan lain sebagainya.

Di gereja kita untuk pemilihan di jemaat sudah ada prosedurnya. Hanya kadang-kadang prosedur yang sudah dibuat dilangkahi. Di jemaat-jemaat tertentu masih saja terjadi proses pemilihan diselesaikan dalam satu hari, mulai dari pemilihan panitia istimewa, panitia pemilih sampai pada pemilihan pegawi jemaat diselesaikan dalam satu hari, bahkan diselesaikan pada hari sabat. Dengan proses pemilihan serba cepat seperti ini, sudah pasti dari waktu ke waktu sebagian yang terpilih bukanlah the right man on the right place.

Gereja Advent, dari waktu ke waktu terus mengadakan pembenahan dan berusaha menutup celah dimana pemilihan pimpinan dapat dimanipulasi atau dipengaruhi oleh pihak luar. Pada saat proses pemilihan, para pemilih untuk sementara putus hubungan dengan dunia luar termasuk untuk sementara tidak diperkenankan menggunakan HP. Satu hal yang dalam hal ini perlu ditiru dari gereja tertua yang sudah sangat berpengalaman dalam berorganisasi adalah apa yang dilakukan oleh gereja Katolik dimana para kardinal yang kalau tidak salah 115 orang pada periode waktu tertentu betul-betul putus hubungan dengan dunia luar, semua jaringan komunikasi dengan pihak luar diputus bahkan tidak memiliki akses terhadap radio, televisi, koran dan semua sarana komunikasi, sampai terpilihnya pimpinan tertinggi gereja itu.

Di waktu mendatang, pada proses pemilihan pimpinan di gereja kita sudah seharusnya dipertimbangkan proses pemilihan secara tertutup dalam arti sesama pemilihpun tidak saling berhubungan, diberikan ruangan khusus atau kalaupun dalam satu ruangan, setiap pemilih tidak mendapatkan kesempatan untuk mempengaruhi pemilih yang lain. Proses seperti ini bisa dilakukan dengan cara komputerize dimana bila ada keberatan terhadap calon tertentu maka pemilih bisa menuliskan pada windows tertentu yang bila diapprove oleh ketua panitia pemilih maka keberatan tersebut dapat dibaca oleh para pemilih yang lain. Hal ini perlu dilakukan supaya dalam ruangan pemilihanpun, para pemilih tidak saling mempengaruhi. Kenyataan yang sering kita lihat, bila ada seorang pemilih memberikan tanggapan dengan keras di antara para pemilih terhadap calon tertentu maka ada kecenderungan pemilih yang lain mudah dipengaruhi dan calon yang diajukan oleh yang bersangkutanlah yang kemudian terpilih karena pemilih lain dengan mudah digiring oleh salah seorang oknum.

Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses pemilihan pimpinan gereja diantaranya harus dibentuk satu badan yang mengurus proses pemilihan yang tugasnya antara lain mencegah berbagai tindakan yang antidemokrasi seperti membocorkan informasi yang dirahasiakan, melakukan suap baik secara nyata maupun terselubung, melakukan kampanye negatif dengan mendiskreditkan calon tertentu sehingga di waktu mendatang, kita tidak melihat lagi di gereja tertentu atau di konfrens tertentu terjadi proses pemilihan yang terkesan sudah direkayasa pihak tertentu yang menyebabkan umat dilamahkan.
.
Terlepas dari semua itu yang paling penting adalah moral para pemilih dan kandidat. Menghindarkan sikap ambisius, menjauhkan kepentingan pribadi, golongan, kelompok, etnis dan kepentingan lain dan mengutamakan kepentingan menyeluruh dari umat sehingga pertumbuhan iman umat semakin terjaga dan program penginjilan dapat berjalan dengan maksimal. Yesus berkata “”Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Matius 20 : 25 – 28 .***