Gagal & Marah

(Salah satu bahan khotbah yang disusun kembali untuk BAIT yang didasarkan pada Yohanes 18:1-11 dan KSZ hal 334-338)

ika ada kursus yang berjudul “Bagaimana Mengatasi Kegagalan” apakah anda siap untuk mendaftar menjadi pesertanya? Lalu pertanyaan berikut adalah ‘Yakinkah Anda bahwa Anda Tidak Akan Pernah Gagal?’ Dan pertanyaan terakhir adalah “Sudah Siapkah Anda Menghadapi Kegagalan?”

Dalam Matius 10:1-4; Lukas 6:6-12; tertulis nama-nama kedua belas murid Yesus pertanyaan saya adalah apakah mereka punya pekerjaan? Lalu beralih pada pemikiran berikut ini adalah ‘apakah mereka punya ambisi untuk menjadi lebih baik- punyan posisi yang lebih dimata masyarakat- setelah Yesus memanggil mereka untuk mengikut Dia maka murid-murid itu melihat kemungkinan itu terbuka dihadapan mereka. Dalam Matius 4:20 – disebutkan disana ‘merekapun seger meninggalkan jalanya dan mengikut Dia. Apa artinya itu? Artinya hanya satu bahwa mereka semuanya mau bahkan berambisi menjadi lebih terhormat dan akan dihormati satu saat kelak. Bahkan dalam ayat 22 disebutkan bahwa merekapun segera meninggalkan perahu dan ayah mereka, lalu mengikut Dia. Satu keputusan yang benar-benar menggambarkan keinginan untuk perobahan nasib – dan masalahnya mereka baru bisa melihat dari sudut pandang duniawi. Jika kita menarik kesimpulan secara acak saat ini tidak bisa kita pungkiri bahwa ada kesamaan dengan sebagian besar dengan kita yang nota-bene menyatakan untuk pelayanan dalam misi gerejani.

Hanya sayangnya konsep pelayanan duniawi itu bertolak belakang dengan Misi Kristus yang masuk dalam konsep pelayanan Sorgawi dimana penekanannya nanti akan tidak sejajar dengan keinginan duniawi kita. Tidak bisa disangkal bahwa kita masih berpijak pada keinginan-keinginan yang didasarkan pada kesombongan bukan kerendahan hati, pada kebanggan duniawi bukan pada roh pelayanan Kristiani yang memerlukan kerendahan hati dan pengorbanan diri. Masih berkutat pada keinginan mendapatkan posisi agar supaya dihormati, sehingga sulit kita mengerti apa sebenarnya roh pelayanan itu. Sebagai ilustrasi, Gubernur DKI Jakarta Basuki Cahaya Purnama pernah mengatakan bahwa sistem pelayanan ‘Blusukan’ Presiden kita-Joko Widodo- sewaktu mwnjabat Gubernur DKI Jakarta adalah meniru gaya blusukan Yesus. Ada benarnya juga, walaupun hal itu dikatakannya bukan untuk merujuk pada sistem pelayanan Yesus sesungguhnya. Mana ada pejabat pada masa itu yang mau memasuki kampung-kampung yang kotor, becek dan bau – becampur dengan masyarakat kebanyakan yang ‘jorok’. Menginspeksi langsung gorong-gorong yang kotor dan bau.

Tentu, murid-murid Yesus tidak mau berada pada strata masyarakat kebanyakan, mereka mau ada peningkatan status. Setelah mereka bergaul dan melihat kemampuan Guru Besar mereka, Yesus Kristus mereka dapati bahwa ada hal-hal super-natural yang tidak didapati pada guru yang lain dalam diriNya. Maka ambisi dan keinginan duniawi mereka semakin diyakinkan, mereka akan menjadi ‘orang penting’’ nantinya.

Pola pikir ini begitu terpatri dalam sel-sel otak murid-murid ini karena mereka semuanya lahir dan dibesarkan dalam lingkungan pola pikir duniawi – hal itu tidaklah berbeda dengan kita yang hidup saat ini. Kita belum bisa pahami bagiamana dr.David Livingstone mau meninggalkan lingkungan yang menjanjikan di-Inggris saat itu dengan kemampuannya sebagai dokter – tapi semuanya ditinggalkan demi membuka misi pelayanan dibenua hitam Afrika, yang tidak menjanjikan apa-apa untuk kehidupan yang layak. Bagaimana seorang Antropolog Gottried Oosterwal yang hidupnya mapan di Belanda mau melayani di Papua sana, hidup dengan maryarakat sana yang masih under-developed. Sehingga pada suatu waktu dia harus makan pisang goreng yang disodorkan padanya setelah dia melihat ke sebelas kepala suku meludahi pisang goreng itu – hanya demi dia diterima di lingkungan masyarakat sana.

Kitapun tidak terpikirkan model pelayanan apa yang bisa meningkatkan harga diri kita di situasi seperti ini.

Titik kulminasinya adalah ketika Yesus dan murid-muridNya berada ditaman Getsemani. Pena inspirasi dalam buku KSZ menulis bahwa mereka jelas melihat malaikat sorga datang memberi penghiburan kepada Yesus, dan mereka gagal berdoa bersama Yesus, karena mereka menganggap Yesus sanggup menjaga diriNya, Dia punya kuasa – ditambah lagi dengan ambisi duniawi mereka itu.

KSZ 335:
‘Murid-murid yang sedang tertidur tiba-tiba dijagakan oleh terang yang mengelilingi Juruselamat. Mereka melihat malaikat mendekatkan kepala Juruselamat pada dadanya dan menunjuk ke surga’, mereka pada saat itu belum siap menghadapi goncangan yang sebentar lagi akan mereka alami. Pada saat mereka melihat Yesus dengan tenang berjalan kearah tentara yang siap berperang maka mereka tidak berharap cemas tapi mereka tahu Yesus akan gunakan ‘kuasanya’ untuk meloloskan diri’. Tidak ada terbersit rasa takut diwajahNya.

KSZ 335
‘Derita yang baru saja dirasakanNya tidak kelihatan ketika Yesus melangkah hendak berjumpa dengan oranga yang hendak menyerahkannya’

Saya kadang tidak bisa bayangkan jika sedang memimpin acara kebaktian lalu ada gerombolan massa dengan senjata lengkap menggeruduk gereja dengan wajah beringas – apakah saya masih sanggup untuk bersikap tenang.

Saat itu murid-murid berpikir bahwa inilah saatnya Yesus akan gunakan kuasaNya, tapi mereka kecewa setelah melihat tangan tentara mengikat Dia dan Yesus kelihatan tidak berdaya, tidak ada apa-apanya. Perhatikan kutipan ini:

KSZ 337
‘Murid2 telah berpikir bahwa guru mereka tidak akan membiarkan diriNya ditangkap. Karena kuasa yang sama yang telah menyababkan orang banyak itu jatuh sebagai orang mati dapat menahan mereka dalam keadaan tidak berdaya, sampai Yesus dan sahabatNya meloloskan diri.’

Idem 337
‘Mereka TERKECEWA dan MARAH ketika mereka melihat tali dibawa kedepan untuk mengikat tangan Orang yang mereka kasihi. Petrus dalam amarahnya buru-buru menghunus pedangnya dan mencoba membela Gurunya, ketika Yesus melihat apa yang dilakukan, Ia melepaskan diriNya meskipun dipegang arat-buru oleh serdadu Roma, berkata “Sudahlah itu!” Ia menjamah telinga yang luka itu dan menyembuhkannya.’

Kita akan mengalami hal yang sama jika kita berpikir bahwa pelayanan kita demi menunjang ambisi serta kesombongan duniawi, sebab hal itu sangat bertolak belakang dengan prinsip pelayanan Kristiani.

Dapatkah kita mengerti Matius 5:44 “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” ***