Kilas Balik Proklamasi

Hari Kemerdekaan Indonesia (Indonesia Independence Day) yang jatuh pada tanggal 17 Agustus setiap tahun diperingati oleh bangsa Indonesia. Tahun ini (2014) Indonesia merayakan kemerdekaannya yang ke-69 semenjak Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta memproklamasikan tanah air Indonesia di mata dunia.

Selain ditandai dengan upacara penaikan bendera (flag raising ceremony) di mana antara lain para pelajar, pegawai pemerintah, pemuka agama, satuan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri) secara resmi ikut merayakan upacara yang biasanya dihiasi oleh pesawat tempur (fighter jets) yang mengangkasa dari satuan Angkatan Udara Indonesia (Indonesian Air Force) sebelum bendera merah putih mencapai puncaknya.
Berbagai acara digulir di seluruh Nusantara dalam memperingati hari kemerdekaan ini seperti lari karung (sack race), kontes makan kerupuk (cracker eating contest) serta yang paling menarik khususnya buat kaum pria adalah memanjat pohon pinang (palm tree climbing) setelah diberi gemuk (greased) sebagai pelicin. Bagi yang berhasil ke puncaknya di situ telah tersedia seperti hadiah mulai dari kaos oblong (t-shirt) hingga sepeda (bicycle).

Dalam pidato kenegaraan terakhir pada Jumat 15 Agustus 2014 di hadapan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di gedung MPR/DPR/DPD Republik Indonesia (RI), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah memimpin negara Indonesia selama 10 tahun, saat akan merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia yang tahun ini jatuh pada hari Minggu, selama sekitar 60 menit berpidato antara lain mengatakan bahwa selama beliau menjadi presiden tidak pernah beliau tergoda atau melanggar sumpah jabatan dan amanat rakyat.

Lebih lanjut beliau mengungkapkan bahwa tidak ada gunanya makin makmur dan modern, namun kehilangan fundamental terbaik yaitu Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, persatuan, toleransi, pluralisme, kemunusiaan dan kesatuan. Untuk itu pentingnya menjaga ke-Indonesia-an; lebih lanjut beliau menegaskan bahwa Indonesia adalah negara ber-Ketuhan-an bukan negara agama.

Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia walaupun salah satu negara yang memiliki penduduk yang begitu banyak dengan populasi penduduk mayoritas beragama muslim seperti Iran (Persia), Iraq {Irak), Syria (Suriah), Turkey (Turki), namun tidak menganut negara agama seperti Pakistan.

Minggu (17/8) Presiden SBY memimpin jalannya upacara bendera di Istana Merdeka guna memperingati Peringatan Detik-Detik Proklamasi. Bertindak selaku inspektur upacara, Presiden SBY memimpin pengibaran bendera sang Saka Merah Putih di halaman depan Istana Merdeka, Jakarta. Yang menarik perlu dicatat yaitu: Pertama, selama memerintah dalam kurun waktu dua periode, beliau yang berbakat menciptakan lagu setidaknya telah menerbitkan lima album serta salah satu lagu ciptaannya dilantunkan pada upacara 17 Agustus 2014. Kedua, tim Melati paskibraka tahun ini Pembawa Baki adalah Juana Gita Medinnas Janis, kelahiran Tomohon berasal dari SMAN 1 Tahuna, Sulawesi Utara.

Salah satu episode dalam Alkitab ialah tentang “Orang Samaria yang murah hati” (The Parable of the Good Samarithan). Episode ini terdapat dalam Perjanjian Baru kitab Lukas 10 : 25-37 patut kita renungkan sebagai kilas balik. Ada seorang ahli Taurat (pengacara) ingin mencobai Yesus, Katanya: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (ayat 25). Jawab Yesus kepadanya: “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kau baca di sana?” (ayat 26). Jawab orang itu: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihlah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (ayat 27). Kata Yesus kepadanya: “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” (ayat 28).

Mengapa Yesus membenarkan jawaban dari ahli Taurat itu. Kita tahu bersama bahwa Hukum Taurat atau disebut juga dengan 10 Perintah Allah adalah hukum moral yang bila kita sarikan dalam Perjanjian Baru dikenal dengan ‘hukum kasih’ yaitu kasih kepada Allah (I-IV) secara vertikal dan kasih kepada manusia (V-X) secara horizontal. Tapi episodenya masih berlanjut.

Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: “Dan siapakah sesamaku manusia?” (ayat 29). Yesus memberikan tiga jenis orang sebagai pelakon dalam episode ini di mana ketiga orang ini berjumpa di jalan dengan seorang Yahudi yang turun dari Yerusalem ke Yerikho melewati padang gurun Yudea. Sang korban yang terkapar hampir mati setelah dirampok oleh para penyamun. (ayat 30-33).

Yang pertama, seorang imam (priest) waktu melihat sang korban melewatinya dari seberang jalan. Yang kedua, seorang Lewi (Levite) waktu melihat sang korban melewatinya dari seberang jalan. Yang ketiga, seorang Samaria (Samarithan) waktu melihat sang korban tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Kemudian Yesus bertanya kepada ahli Taurat itu, kataNya: “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” (ayat 36). Jawab orang itu: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” (ayat 37) Kata Yesus kepadanya: “Pergilah dan perbuatlah demikian!” (ayat 37).

Analisa secara sederhana tentang tiga jenis orang adalah sebagai berikut: Yang pertama, seorang imam yaitu boleh diaplikasikan buat para pendeta dan sejenisnya. Yang kedua, seorang Lewi (suku Lewi ditugaskan untuk melayani kaabah) yaitu boleh diaplikasikan buat para pelayan gereja dan sejenisnya. Dengan kata lain kedua jenis orang di atas tadi (keduanya orang Yahudi) selain melakukan pekerjaan yang suci, juga diharapkan mewakili Allah bagi sesama manusia, di benak mereka sang korban adalah orang Samaria, itu sebabnya mereka menjauhkan diri.

Yang ketiga, seorang Samaria (orang Samaria pada zaman itu tidak etis berbicara dengan orang Yahudi) yaitu boleh diaplikasikan buat para orang asing/pengusaha/kaum awam dan sejenisnya. Dengan kata lain orang ini tidak mempermasalahkan apakah sang korban orang Yahudi atau bukan, tanpa menghiraukan bahaya yang mengancam saat menolong sang korban. Orang yang terakhir ini merupakan model yang Yesus inginkan kita lakukan, selain membalut luka-luka sang korban, menaikkan ke keledainya dan membawa ke penginapan serta membayar biaya penginapan dan menyuruh petugas penginapan untuk merawat sang korban (ayat 34-35). Belas kasihan adalah tindakan yang nyata (aktif), bukan sekedar perasaan (pasif), iman yang penuh kasih ialah yang melakukan, bukan iman yang mati.

Pada akhir dari episode ini Yesus memberikan jawaban kepada pengacara itu yang merupakan kilas balik buat kita untuk diterapkan “Pergilah dan perbuatlah demikian!” Jawaban Yesus adalah bersifat revolusioner. Dalam buku “The Desire of Ages,” p. 503, Ellen G. White menulis: “Christ has shown that our neighbor does not mean merely one of the church or faith to which we belong. It has not reference to race, color or class distinction. Our neighbor is every person, who needs our help. Our neighbor is every soul who is wounded and bruised by the adversary. Our neighbor is everyone who is property of God.”***