MENELAAHPRINSIP-PRINSIP PENATALAYANAN

I. PENDAHULUAN

A. Arti Kata Penatalayanan
Menurut Concise O xford English Dictionary, 10th edition, on CR-ROM 2001, kata Inggris, “steward” adalah sebuah kata benda (noun) yang memiliki penggunaan makna yang bervarian. Tetapi yang mendekati pembahasan ini, kata penatalayan menurut kamus berarti adalah seseorang yang dipekerjakan untuk mengelola harta milik orang lain, khususnya sebuah rumah besar atau perumahan mewah. Secara historis menunjuk kepada seorang perwira dalam istana kerajaan Inggris, khususnya seorang administrator istana Kerajaan. Kata kerja penatalayan bertindak sebagai kata turunan dari penatalayanan yang berasal dari kata steward berasal dari kata asli Inggris Kuno, yakni stwweard, yang berasal dari bentuk dasarnya, yakni kata stig yang bermakna rumah, sedangkan weard atau ‘ward’ dalam bahasa Indonesia disebut depan. Adapun kata steward diturunkan kata stewardship atau berarti pengaturan milik orang lain khususnya mengatur rumah atau pertanian/perkebunan depan istana kerajaan bahkan dalam sejarah Inggris Kuno adalah pengaturan mahkota kerajaan yang maha luas. Penjelasan ini juga sejalan dengan Kamus Webster, yang mendefinisikan seorang Penatalayan yakni “orang yang dipercayakan dengan pengelolaan seisi rumah atau harta milik yang lain.” Sedangkan Penatalayanan adalah “kedudukan, tugas-tugas atau pelayanan seorang penatalayan”

    Kepada Orang Kristen, penatalayanan berarti “tanggung jawab manusia kepada, dan penggunaan dari padanya, segala sesuatu yang dipercayakan Tuhan kepadanya—hidup, tubuh, waktu, talenta dan kemampuan, benda-benda yang dimiliki, kesempatan yang dimiliki untuk melayani orang lain, dan pengetahuan mengenai kebenaran.  Orang-orang Kristen bekerja sebagai selaku manajer atas milik Allah dan menganggap hidup sebagai suatu kesempatan ilahi “untuk belajar menjadi penatalayan-penatalayan yang setia, supaya dengan demikian layak untuk penatalyanan yang lebih tinggi, yakni hal-hal yang abadi bagi kehidupan mendatang.  Dimensi yang lebih besar, kemudian penatalayanan itu “menyangkut hikmat dan penggunaan hidup yang tidak mementingkan diri sendiri”.

B. Penerapan Prinsip-Prinsip Penatalayanan
Amsal 22:4 Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan. Amsal 25:28 Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya. Amsal 27:1-2 Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu. Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kau kenal dan bukan bibirmu sendiri.

Di dalam menerapkan prinsip-prinsip penatalayanan diperlukan satu roh kerendahan hati dan Takut akan Tuhan yang ditandai oleh roh penyangkalan diri dan roh menahan diri.  Dan ini adalah kunci keberhasilan seseorang dalam menerapkan prinsip-prinsip penatalayanan ini.  Alkitab berkata dalam Amsal 25:29 bahwa orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya.  Dalam menghidupkan prinsip-prinsip penatalayanaan dalam kehidupan individu Kristen memang tidak sekedar membalikkan telapak tangan tetapi diperlukan satu roh menahan diri dari segala macam hawa nafsu dunia.  Yakni satu roh ketekunan dan perjuangan yang tidak mengenal lelah untuk mendapatkan hasil yang maksimal.  Kita bisa membayangkan bagaimana keadaannya kalau satu kota sudah rubuh temboknya.  Sebaliknya seseorang yang kelihatannya sedang berhasil dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut harus berhati-hati terhadap roh memegahkan diri dan membanggakan diri akan keberhasilan yang sedang diperolehnya.  Amsal 27:1-2 Karena justru itu akan mengembalikkan dirinya kepada situasi sebelumnya yakni keterpurukan. Karena biasanya oang yang membanggakan dirinya lebih dekat kepada kesombongan dan pada akhirnya orang yang tinggi hati atau sombong mendahului kehancuran. Sebab Amsal 16:18 berkata bahwa “kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan.”  Karena dikartakan dalam Amsal 21:4 bahwa “mata yang congkak dan hati yang sombong, yang menjadi pelita orang fasik, adalah dosa.”  “Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh; tetapi orang benar akan tumbuh seperti daun muda” (Amsal 11:28).

Untuk itu dalam menghindari dari kecongkakkan maka hal utama yang patut dipikirkan oleh seorang penatalayan yang setia adalah tetap proaktif dalam berencana, rajin serta tekun dalam menerapkan rencana-rencana yang sesuai dengan prinsip-prinsip penatalayanan.  Dan rencana-rencana seseorang selalu didasarkan atas rasa takut akan Tuhan dan penuh dedikasi doa-doa penyerahan yang sungguh-sungguh. Dan permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan (Amsal 1:7;  2:3-5) Amsal sendiri mengatakan bahwa “tidaklah baik kerajinan tanpa pengetahuan” (Amsal 19:2).  Karena Amsal katakan bahwa “harta yang cepat diperoleh akan berkurang, tetapi siapa mengumpulkan sedikit demi sedikit, menjadi kaya (Amsal 13:11).  Sedangkan Amsal 21:5 mengatakan bahwa “rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan” (Amsal 10:22).  Oleh karena itu hanyalah orang rajin yang takut akan Tuhanlah yang akan dikaruniai hikmat untuk memperoleh dan mengelolah berkat yang ia peroleh dari Tuhan secara bijaksana dan penuh hikmat. Dan itu dicapai dengan penuh kesabaran dan tidak tergesa-gesa.  Dan biasanya orang yang takut akan Tuhan yang mengelolah kekayaannya dengan penuh hikmat dari Tuhan adalah orang yang dermawan.  Dan pada saat ia suka memberikan kekayaannya untuk orang-orang yang berkekurangan maka justru Tuhan selalu memberkatinya.  Karena Amsal sendiri mengutarakan bahwa “berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.”  “Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum (Amsal 11:24, 25).  Banyak orang yang sudah dikarunia berkat tetapi karena tidak ada rasa takut akan Tuhan maka dengan sendirinya ia tidak memiliki hikmat bagaimana cara mengelolanya dengan baik dan bijaksana sehingga pada gilirannya ia gagal dan akhirnya hidupnya tetap berkekurangan.  Bagaimana mungkin ia dapat lagi memberi dalam pekerjaan Tuhan atau kepada orang yang berkekurangan?

Bersambung….