Dalam Alkitab dijelaskan bahwa Daniel dan teman-temannya meskipun masih muda, tapi sudah menjadi tawanan di Babel, tentunya dia bingung menghadapi situasi yang baru di negeri yang asing. Meskipun Daniel seorang tawanan yang mungkin bagi tawanan yang lain seperti tinggal dalam kegelapan, tapi Daniel tidak tinggal di dalam kegelapan. Apalagi setelah dia berhasil dalam pendidikannya dan setelah diuji ternyata sepuluh kali lebih cerdas dari semua orang berilmu di seluruh kerajaan Babel.
Kehidupannya menjadi lebih baik di negeri orang, bahkan kehidupannya dikelilingi oleh kekayaan dan kemewahan di dalam istana Babel.
Tanpa kita sadari setan melakukan hal-hal yang membingungkan pikiran kita, melemahkan kehidupan kerohanian kita sampai kita tidak sanggup untuk melawan bujukan si jahat. Kesenangan-kesenangan dalam dosa kelihatannya membawa kenyamanan, menarik dan mengasyikkan, menguntungkan. Dosa-dosa itu dapat memelihara ego kita, sampai kita merasa penting di wilayah musuh.
Uang, penampilan, intelektual dan kecerdasan bahkan kepribadian kita membuat kita populer, dan kita bersukaria atas segala kesanggupan kita, sampai tiba harinya, hari perhitungan yang menunjukkan semuanya itu hanya kekosongan belaka.
Daniel tidak mau membuat tindakan semaunya oleh pesona dan daya tarik kehidupan mewah istana Babel di sekelilingnya, Keputusannya mau melakukan yang benar di mata Tuhan dan Daniel diberkati oleh keputusannya itu.
Dalam Daniel 2, Nebukadnezar yang telah menjadi orang yang paling berkuasa di bumi saat itu, mempunyai segalanya, kemasyuran, kekuasaan, kekayaan, pengaruh yang luar biasa, tapi tidak ada damai di dalam hatinya, karena pikirannya sudah ditetapkan oleh standar duniawi. Dia marah dan frustasi, bahkan karena marahnya dia tidak sanggup mengontrol dirinya dan mau membunuh semua orang pintar di seluruh negeri itu.
Ada suatu pelajaran disini yang saya mau katakan, saudara tidak perlu menjadi pemimpin dari sebuah bangsa kafir yang sangat berkuasa seperti Nebukadnezar untuk mendapatkan masalah Nebukadnezar. Mungkin saudara adalah seorang pendeta atau mahasiswa di seminari yang tidak lama lagi tamat dan bekerja sebagai pendeta, atau saudara berperan aktif di jemaat bahkan seorang ketua jemaat yang berpengaruh, tapi hati dan pikiran secara mendasar masih di batasi oleh hal-hal dari kehidupan ini, cara pandang yang duniawi dan masih menjadi tawanan musuh. Inilah bahaya dari hati yang tidak mempunyai damai bersama Allah.
Daniel dan teman-temannya sepuluh kali lebih cerdas dari semua orang berilmu dan ahli nujum, Itu tidak datang dengan sendirinya. Ini adalah buah dari mengetahui firman Allah dan menghidupkan firman itu dalam kehidupan mereka. Kadang kita pikir oh dia semakin bijaksana sejalan dengan umurnya yang bertambah. Tapi dalam kehidupan Daniel, kebijaksanaan dan pengertian telah ada padanya pada usia yang masih muda belia dan dia tahu firman Allah dan dia hidupkan itu. Lebih dari itu dia bukan saja orang yang berhikmat dan bijaksana tapi dia adalah orang yang hidupnya tekun berdoa.
Untungnya, Daniel tidak sendiri, dia diberkati oleh teman-temannya yang juga selalu berdoa bersama, dalam “persekutuan doa”/ “small group”. Inilah pentingnya bersekutu dalam doa bersama, saling menguatkan satu dengan yang lain, dan oleh karena itu Roh kudus menuntun hidup mereka sementara mereka menghadapi ujian-ujian yang berbahaya. Lewat doa-doa mereka, Tuhan menyiapkan jalan kelepasan, dan mereka dapat memuliakan Allah dalam kehidupan mereka.
“…Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya. (Yak. 5:16)….. “ Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. (Mat. 18;19)”
Daniel menunjukkan dirinya adalah orang yang tekun berdoa, bijaksana, penuh ucapan syukur di waktu krisis.
Sekarang ini kita hidup di Babylon modern, apakah kita merespons dengan bijaksana, tekun berdoa, pujian dan ucapan syukur kepada Allah di saat-saat krisis?
Sebagai orang Kristen, khususnya yang menantikan kedatanganNya yang kedua kali, kita harus mengerti pengharapan dan jaminan yang kita miliki di dalam firman Allah, kita dapat menghadapi tantangan dan kesukaran dengan cara yang sama yang Daniel lakukan. “…Karena itu waspadalah, supaya kamu jangan terseret ke dalam kesesatan orang-orang yang tak mengenal hukum, dan jangan kehilangan peganganmu yang teguh (II Pet. 3:17)”
Oleh sebab itu jangan biarkan penjagaan dirimu jatuh di hadapan orang yang atraktif, di dalam lingkungan yang gemerlap dan kemegahan dunia ini, atau sebuah kesempatan yang menyenangkan tapi menyesatkan.
“Hai engkau yang dikasihi, janganlah takut, sejahteralah engkau, jadilah kuat, ya, jadilah kuat!”. (Daniel 10:19) Ingat, jangan takut dan jadilah kuat sebab hanya Allahlah sumber segala pengertian, kebijaksanaan, dan hikmat. Jadilah kuat di dalam Tuhan.
Oleh: Pdt. Ronny Rambi