HARAM DAN HALAL

TEORI-TEORI MENGENAI HARAM-HALAL DAN ASAL USUL DAN SIFAT ALAMI PRAKTEK INI

HUBUNGAN DENGAN DARAH DI DALAM HUKUM-HUKUM DIET MAKANAN

     Perikop utama di dalam Imamat 17, dan sub perikop di Ulangan 12, mengangkat tema utama yang diucapkan dalam Kejadian 9, bahwa manusia, tidak boleh memakan darah dari daging yaki dari hewan makanan daging tersebut.  Pernyataan utama ini, dalam Imamat 17:10-14, dibaca sebagai berikut:

17:10. “Setiap orang dari bangsa Israel dan dari orang asing yang tinggal di tengah-tengah mereka, yang makan darah apapun juga Aku sendiri akan menentang dia dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya.
17:11 Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa.
17:12 Itulah sebabnya Aku berfirman kepada orang Israel: Seorangpun di antaramu janganlah makan darah. Demikian juga orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu tidak boleh makan darah.
17:13 Setiap orang dari orang Israel dan dari orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu, yang menangkap dalam perburuan seekor binatang atau burung yang boleh dimakan, haruslah mencurahkan darahnya, lalu menimbunnya dengan tanah.
17:14 Karena darah itulah nyawa segala makhluk. Sebab itu Aku telah berfirman kepada orang Israel: Darah makhluk apapun janganlah kamu makan, karena darah itulah nyawa segala makhluk: setiap orang yang memakannya haruslah dilenyapkan.
Ada beberapa keistimewahan yang patut dicatat dari perikop ini. Terutama, itu semua adalah mencakup sifat alami dari penerapan terhadap perundang-undangan ini. Tiga kali berselang diterapkan di perikop ini yakni terhadap “setiap orang dari bangsa Israel” dan “setiap orang orang asing yang tinggal di tengah-tengah mereka.” Malahan di dalam hukum-hukum makanan haram dan halal tidak ada rujukan kepada non Israel yang dipengaruhi oleh perundang-undangan tersebut. Darah apapun yang dimakan di negeri umat Allah, apakah dimakan oleh seorang Israel ataupun oleh seorang non Israel secara khusus dan secara tegas dilarang oleh perundang-undangan ini. Empat kali berselang dikatakan bahwa kehidupan dari daging yang ada di dalam darah dan inilah alasannya mengapa darah tidak harus dimakan dengan daging. Itu juga dikatakan bahwa darah diberikan pada Hari Raya Pendamaian bangsa Israel, oleh karena itu darah tidak boleh dimakan oleh manusia. Di dalam bagian akhir dari perikop ini ada referensi kepada hewan perburuan, yang harus ditipekan “yang boleh dimakan.” Ini kedengarannya bagaikan referensi samar-samar bagi hukum-hukum hewan-hewan haram dan halal, walaupun hal yang khusus itu, tidak dieja secara lebih lanjut. Dengan demikian manusia harus berburu hewan-hewan yang halal untuk dimakan, dan ketika hewan-hewan halal itu diambil darahnya maka darah itu tidak boleh dimakan ketika daging itu hendak dimakan.

Keistimewahan lebih luas yang sama disebutkan di sini yang dirujuk kepada pemberlakuan di dalam Ulangan 12:16 and 23-25. Jadi Ulangan kembali pada tipe perundang-undangan yang sama ini. Larangan melawan pengkonsumsian darah dari makanan hewan halal. \

PERIKOP-PERIKOP PERJANJIAN BARU
Maksud kami menguji perikop-perikop ini bukanlah untuk melengkapinya tetapi paling tidak untuk bahan illustratif. Sejumlah ayat di Perjanjian Baru sudah dirusakkan oleh pertanyaan apakah Orang-orang Kristen harus atau tidak hrus menggunakan makanan-makanan haram yang mana sudah ditahbiskan kebenarannya oleh standar-standar Alkitab Perjanjian Lama? Berikut ini adalah tinjauan ringkas ayat-ayat tersebut yang sudah menerima perhatian paling luas di dalam perkaitan ini. Sebelum memulaikan sebuah pengujian/penyelidikan dari ayat-ayat tersebut, secara khusus, betapapun, beberapa ucapan umum mungkin dibuat terhadap kaitan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan serangan terhadap pengajaran Perjanjian baru.

A. Kaitan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru di dalam Pokok Bahasan ini
Walaupun itu secara khusus di dalam Imamat bahwa perundang-undangan diberikan yang mana sudah membedakan daging-daging haram dan halal hal itu tidak berarti bahwa mengidentifikasi pengajaran ini hanya sekedar bagi upacara seremonial atau ritual keagamaan saja, sebagaimana yang sudah ditelaah di atas di bagian Perjanjian Lama. Perbanding terhadap hukum-hukum lain tersebut sudah pasti telah dirusakkan di sini. Imamat 19:29, contohnya, melarang membuat anak-anak perempuan mengadakan pelacuran-pelacuran, Imamat 19:31 memberi amaran-amaran melawan bersepakat dengan arwah-arwah atau roh-roh yang yang dikenal yang sudah mati, dan Imamat 18:23, melarang mengadakan hubungan seksual dengan binatang-binatang, atau berkomunikasi dengan roh-roh yang sudah mati, mereka kemudian harus taat kepada semua instruksi di dalam Imamat. Dengan kata lain, hanya karena daging-daging haram dan halal di dalam disebutkan di Imamat, maka adalah tidak cukup beralasan untuk membebaskan orang Kristen dari memelihara hukum-hukum tersebut. Paling tidak beberapa tipe perundang-undangan ditemukan di dalam Imamat masih mengikat orang-orang Kristen walaupun daging-daging haram dan halal tersebut ditemukan di antara hukum-hukum Imamat.

     Imamat 19:29 disebutkan di atas mengenai roh-roh yang dikenal juga menerima penjelasan tambahan Perjanjian Baru.  Yesus berhadapan dengan roh-roh yang haram/najis (Yunani, akathartos) pada sejumlah kesempatan (Markus 1:23-26; 3:11, 30; 5:2, 8, 13, dst.) dari dari hal ini jelas bahwa kita masih harus jangan melakukan apa-apa dengan mereka.  Jikalau seseorang menyerap tesis bahwa Perjanjian Baru menghapuskan pembedaan antara haram dan halal maka kesimpulan kita dapat ambil bahwa semua “roh-roh haram (najis) termasuk makanan-makanan haram, menjadi halal di era Kristen.  Tetapi oleh karena itu  hal ini akan berarti bahwa tidak akan ada lagi roh-roh najis, ini tidak lagi akan menjadi faktor kejahatan di dunia.  Sayang sekali, ini bukanlah kasusnya, dan larangan melawan mereka yang bersepakat dengan roh-roh yang dirasa atau dikenal baik atau roh-roh najis itu hanya berlaku sah bagi orang Kristen sebab itu bukan sah di zaman Perjanjian Lama.   

B. Serangan Umum Terhadap Pengajaran Perjanjian Baru.
Perhatian Perjanjian Baru terhadap kesucian manusia di dalam pengertian holistik (dimensi keseluruhan = fisik, mental dan rohani) konsisten dengan Perjanjian Lama itu. Di dalam tulisannya mengenai “pengajaran,” “khotbah,” dan “penyembuhan,” Kristus melayani keperluan-keperluan fisik, mental dan rohani manusia. Di dalam cara yang sama Paulus mengindikasikan pentingnya bahwa “rohani, jiwa, dan tubuh seseorang, terpelihara…tak bercacat cela pada kedatangan Yesus Kristus Tuhan kita” (1 Thess 5:23). Petrus menasihati, “tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus (1 Pet 1:15-16). Itu mungkin signifikan untuk mencatat bahwa Petrus mengutip dari Imamat 11:44, 45, yang disediakan di perikop Perjanjian Lama itu sebagai motivasi untuk pemeliharaan hukum-hukum diet makanan dari pasal itu.

     Perjanjian Baru secara khusus mengungkapkan perkaitannya bagi kesehatan tubuh.  Johanes mengungkapkan kerinduan bahwa Gayus boleh “menjadi sehat” (3 Yoh. 2)  Paulus menerapkan kepada orang-orang percaya di Roma untuk mempersembahkan “tubuh mereka sebagai persembahan yang kudus, berkenan kepada Allah.” (Rom 12:1). Berbicara di dalam konteks sebuah penerapan melawan ajaran kebakaan jiwa, ia mengingatkan orang-orang Kristen di Korintus bahwa tubuh mereka adalah “kaabah Roh Kudus” dan keharusan mereka untuk “memuliakan Allah dengan tubuh”  (1 Kor 6:20). Dia kemudian menasihati mereka di dalam konteks yang lain, “jika engkau makan, jika engkau minum, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah   (1 Kor 10:3 1). Secara jelas penekanan terhadap kesehatan tubuh ini, juga, sejalan dengan roh, harus termasuk apa yang dimasukan ke dalam tubuh sebagai makanan.  Karena orang Kristen yang sedang berusaha mengikuti praktek-praktek dan tujuan-tujuan pada standar ini, hanyalah yang terbaik yang dapat dilakukan dan termasuk maknan-makanan yang dimasukkan ke dalam tubuh.  Sebagai kelas makanan  yang lebih rendah oleh standar Perjanjian Lama, seseorang yang hendak mengharapkan sudut pandang yang lebih luas ini dari Perjanjian Baru untuk mencakupkan sebuah pandangan yang menegaskan pembedaan antara daging haram dan halal dari hewan-hewan sebagai makanan. 

Bersambung….

Oleh: William Shea, Ph.D