Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis. Epesus 4:26,27
Tanggal 1 Mei, 2 000 the American Heart Association merilis sebuah hasil penelitian yang melelahkan tentang marah dalam majalah Circulation. Dr. Janice Williams yang memimpin penelitian ini juga melayani di University of North Carolina, Chapel Hill. Tercakup dalam penelitian mereka ialah memonitor 13.000 orang dewasa selama 6 tahun. Penelitian besar ini membuktikan bahwa seseorang yang selalu cenderung untuk marah mendapat serangan jantung 3 kali lipat lebih besar dari mereka yang hidupnya tenang dan positif. Rasio ini ditopang oleh penelitian lanjutan mengenai factor-faktor risiko mayoritas seperti tekanan darah tinggi (TDT), kolesterol tinggi, merokok, dan kegemukan. Digabung dengan penelitian ini juga adalah hasil penelitian yang dilakukan ahli ilmu jiwa Duke University, Dr. Redford Williams yang mencatat bahwa 20 persen orang dewasa Amerika yang peka atau sensitive untuk marah akan membahayakan kesehatan mereka sendiri. Dalam pendahuluan Amy Tan berjudul The Kitchen God’s Wife ia menulis: “Jika ibu saya hendak berbicara kepada saya, dia memulaikan kata-katanya seakan-akan kami sudah berada di tengah-tengah pertengkaran.” Untuk kesehatan tubuh dan jiwa kita, kiranya kita dapat memohon pertolongan kepada Tuhan agar dapat mengatur kemarahan kita tanpa kita berbuat dosa. (Houston Chronicle, May 2, 2000, p.10A; Reader’s Digest, Dec. 1998, p.96; Houston Chronicle, Jan.13, 2000, p.3D).
Marah adalah sesuatu yang alamiah. Semua orang pernah marah meskipun mereka yang jiwanya terganggu namun amarah dapat dan harus dikendalikan sehingga itu tidak merusak diri sendiri dan orang lain. ”Marah yang benar ialah jika kita marah karena membela kebenaran dan orang-orang tertindas. Sedangkan marah yang membawa dosa ialah jika kita marah untuk membela diri kita sendiri sambil mempersalahkan orang lain.” (Baca buku ”Kepemimpinan Rohani” oleh: Oswald Sanders mengenai marah yang benar dan yang salah.).
Seorang yang cepat marah dan cenderung pemarah bukan saja menjadi sering menyakiti hati sesama tetapi juga menyakiti Tuhan. Seorang pemarah biasanya menjadi alat kegelapan dalam menghancurkan diri sendiri dan orang lain. Seorang pelayan yang cenderung pemarah haruslah merobah sifat pemarahnya bila memang mau menjadi seorang pelayan. Jika seseorang bersifat diktator dalam kekuasaannya dan berusaha memerintah saudara-saudaranya seiman, merasa bahwa ia telah diberikan wewenang dan kekuasaan untuk hal itu, maka satu-satunya cara terbaik ialah singkirkan dia dari jabatannya jangan sampai terjadi kerusakan yang lebih besar dan ia akan kehilangan jiwanya, bahkan mengancam pula keselamatan jiwa orang lain. Watak untuk memerintah dan mengatur warisan Tuhan akan mengundang reaksi, terkecuali mereka merubah sikap. Mereka yang berada di puncak otoritas harus memiliki sifat Kristus.” Testimonies to Ministers, p. 362
Amarah bukan hanya merusak mental diri sendiri dan orang lain tapi berpengaruh juga terhadap fisik. Wajah menjadi merah, pembuluh darah di leher membesar, tinju dikepal, mata sedikit kabur karena kemarahan membuat pusat pandangan di otak menjadi berawan, dan sipemarah menjadi gagap. Dr, Walter Cannon, pionir peneliti obat-obatan psikosomatik di Harvard University menjelaskan mengenai gejala marah: ”Pernapasan mendalam; jantung berdenyut lebih cepat, tekanan pembuluh darah (arteri) naik; darah dipindahkan dari lambung dan usus ke jantung, pusat sistem syaraf dan otot; proses saluran pencernaan terhenti (mulut menjadi kering); zat gula dibebaskan dari tempat simpanannya di hati; limpa berkontraksi dan mengeluarkan cairan-cairannya yang sudah mengental dan juga adrenalin dikeluarkan”. Paul Lee Tan ”Encyclopedia of 7700 Illiustrations, p. 130:
Di tahun 1998, David Fleigelman, usia 40 tahun harus dirawat di rumah sakit karena luka tikaman. Dalam penyelidikan polisi, ternyata Fleigelman dan seorang anggota Sephardic Center synagogue di Brooklyn bertengkar soal siapa yang banyak mengetahui isi buku Torah. Tidak jelas siapa yang menang tetapi hasilnya ialah Fleigelman ditikam sesama aanggotanya sendiri. Ini berarti bahwa pengetahuan tentang Alkitab tidak menjamin kita untuk tidak marah, terkecuali kita mengijinkan Roh Kudus merobah tabiat dan kehidupan kita. (Examiner, May 7, 1998, p.26).
Berbagai ayat Alkitab mengingatkan kita mengenai bahaya amarah yang tidak dikendalikan.
Mazmur 4:5 Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam. S e l aMazmur 37:8 Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan.
Mazmur 37:9 Sebab orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri.
Amsal 14:17 Siapa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana, bersabar.Amsal 21:19 Lebih baik tinggal di padang gurun dari pada tinggal dengan perempuan yang suka bertengkar dan pemarah.Amsal 22:24 Jangan berteman dengan orang yang lekas gusar, jangan bergaul dengan seorang pemarah,Amsal 25:23 Angin utara membawa hujan, bicara secara rahasia muka marah.
25:24 Lebih baik tinggal pada sudut sotoh rumah dari pada diam serumah dengan perempuan yang suka bertengkar. Amsal 29:11 Orang bebal melampiaskan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya meredakannya.
Amsal 29:22 Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggarannya.Pengkhotbah 7:9 Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh.
Semoga kita tidak menjadi seorang pemarah tetapi bilapun kita marah itu dilakukan dengan terkendali untuk berusaha memperbaiki hal yang buruk, tidak menghancurkan orang lain, tidak merusak reputasi pribadi tetapi untuk membangun dan tidak sampai menjadi dosa.