Tunjukkan Yesus Kepada Anak-Anak

lanjutan…..
Tunjukkan Yesus Kepada Anak-Anak Di Rumah
Dalam kehidupan pribadi kita di rumah kita juga harus bertanggung jawab untuk menunjukkan Yesus kepada anak-anak. Jika studi yang mengatakan bahwa anak-anak membuat keputusan mereka untuk mengikuti Yesus pada usia sebelas tahun benar maka hal ini akan menimbulkan pertanyaan untuk kita. Apa yang menjadi dasar dari keputusan mereka tersebut? Doktrin? 28 Doktrin? Tidak. Jika anda adalah seorang anak pada tahap ini, apa yang anda miliki adalah pengalaman anda. Anda menyukai sebagian orang dan cara mereka mengerjakan hal-hal tertentu. Dengan kata lain, anak-anak menyukai nilai-nilai yang dihidupkan oleh orang lain. Anak-anak belajar dengan cara yang sangat berbeda-beda tetapi cara yang paling berkuasa adalah dengan melihat apa yang dilakukan oleh orang lain khususnya ini benar bagi anak-anak yang masih sangat kecil.

Saya tidak suka untuk menceritakan cerita berikut ini tapi ini dapat mengilustrasikan maksud saya. Putra bungsu kami yang berusia dua tahun saat ini menyaksikan kakaknya dan orang tuanya menggunakan komputer berkali-kali. Saya pikir ia telah melihat kami didepan komputer lebih dari yang seharusnya karena kadang-kadang itu menyita waktu untuk keluarga. Satu pagi ia datang kepada saya dengan senyum lebar dan mata yang bersinar-sinar mengatakan, “Puter, mama.” Jelaslah dia sangat bangga atas dirinya sendiri dan ingin saya melihat bahwa dia telah dapat menghidupkan “puter” sendiri dan sementara menonton film “Winnie the Pooh.” Saya tidak pernah mengatakan kepadanya bagaimana cara menghidupkan komputer tapi ia telah melihat itu dilakukan berkali-kali sehingga ia tahu bagaimana melakukannya.

Apa yang kita tunjukkan kepada anak-anak kita? Apakah kita menunjukkan bahwa Yesus sangat penting dalam kehidupan kita? Dalam keluarga kita? Atau apakah kita menunjukkan Yesus hanya sebagai sesuatu hal yang lain dimana kita tidak memiliki waktu bagi-Nya saat ini? Ini adalah satu pertanyaan yang menyakitkan bagi saya untuk tanyakan bahkan lebih menyakitkan bagi saya untuk jawab.

Ijinkan saya membagikan ilustrasi berikut kepada anda yang saya dengar dari seorang pengkhotbah. Bayangkan saudara harus membawa obor olimpiade sebagai orang terakhir menuju ke stadion pada acara pembukaan. Anda adalah seorang pelari yang cepat dan penuh determinasi, itulah sebabnya anda terpilih. Anda telah memutuskan untuk lari dengan cepat tapi dipertengahan jalan angin mematikan obor tersebut. Anda terlihat bingung sejenak memandang obor itu namun kemudian anda melanjutkan menuju ke tujuan anda. Ketika anda mencapai arena semua orang berdiri dan menanti anda. Anda telah berhasil dan mengharapkan sambutan dan penghargaan dari seluruh hadirin. Tapi, semuanya diam. Tidak ada yang bertepuk tangan sebaliknya semuanya bertanya, “dimana apinya?”

Anda lupa tujuannya bukan untuk lari dengan cepat tapi membawa api ke tempat tujuannya! Dimana api saudara? Apakah saudara memperhatikannya? Apakah saudara menjaganya? Apakah anda memastikan bahwa anda memiliki sesuatu untuk diberikan kepada anak-anak anda atau apakah anda terlalu sibuk berlari sehingga obor itu padam? Apakah baiknya jika anggota-anggota gereja dan orang tua-orang tua padam apinya? Dari siapakah anak-anak akan mewarisi iman? Kemanakah mereka pergi untuk menyalakan obor mereka jika obor kita padam?

Bukanlah rahasia bahwa keluarga-keluarga dalam tekanan yang luar biasa saat ini. Kita memiliki banyak hal yang ingin kita perbaiki dan standar yang ingin kita hidupkan. Dalam hidup saya, hari-hari berlalu begitu cepat seakan-akan mereka segera menghilang, hari-hari yang penuh dengan hal-hal yang seharusnya dilakukan. Tidak banyak ruang dan waktu untuk ‘mengisi’ diri dengan waktu sendirian bersama Tuhan. Saya sering merasa cemas dan penuh beban. Ketika waktu istirahat tiba saya terganggu dengan bisikan dalam hati dengan segala sesuatu “yang harus” saya lakukan tapi tidak sempat dilakukan.
Bukan hanya anak-anak yang dipanggil oleh Yesus. Ia memanggil semua orang, “Marilah kepada-Ku.”

Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.” (Matius 11:28-30)

Adalah beban yang sangat berat untuk menjadi teladan bagi anak-anak anda dan tanggung jawab untuk menolong mereka mengenal Yesus sebagai teman pribadi mereka. Tapi adalah sesuatu yang luar biasa juga untuk memberikan beban itu kepada Yesus dan mengetahui bahwa dalam Yesus anda bisa menemukan ketenangan.

Yesus mengatakan bahwa anak-anak harus datang kepada-Nya. Ia melarang kita untuk menghalang-halangi mereka. Pada saat yang sama Ia memberikan kita orang-orang dewasa jaminan bahwa kita dapat datang kepada Dia juga dengan semua kekuatiran kita, kecemasan, beban, perasaan bersalah dan hati nurani yang tidak tenang. Jika kita ingin menolong anak-anak datang kepada Dia maka sangat penting bagi kita untuk pertama-tama mengalami Dia sebagai Juruselamat yang penuh kasih dan menikmati ketenangan yang dibawa oleh kasih karunia-Nya ke dalam hati kita yang penuh beban.

Ketika rumah kita menjadi tempat dimana anak-anak mengalami kasih Yesus dipraktekkan, ketika mereka merasakan waktu bersama Yesus dalam doa, belajar alkitab, kebaktian keluarga dan gereja penting bagi kita maka kita sebagai orang tua-orang tua telah menjalankan perintah Yesus untuk membiarkan anak-anak datang kepada-Nya dan tidak menghalang-halangi mereka. Ketika gereja menjadi tempat dimana ada kesempatan bagi anak-anak kita untuk bertumbuh dan mengalami kasih Yesus dipraktekkan maka kita menunjukkan bahwa kita bersungguh-sungguh dengan perintah-Nya untuk membiarkan anak-anak datang kepada-Nya tanpa menjadi penghalang bagi mereka.

Ketika rumah dan gereja bekerja sama untuk menuntun anak-anak ke satu hubungan yang penuh kasih dengan Yesus maka berkat-berkat-Nya akan turun ke atas kita.

Allah telah menganugerahkan—sebagai orang tua dan juga anggota gereja—satu tanggung jawab yang maha besar dengan mempercayakan kepada kita anak-anak kecil ini yang merupakan anak-anak-Nya. Semoga kita menerima kasih, kesabaran, kekuatan dan kasih karunia-Nya untuk menjalankan tanggung jawab itu!

Oleh Anne-May Müller, Direktur Pelayanan Rumah Tangga
Uni Denmark – Divisi Trans Eropa