Banyak Memberi Berlimpah Menerima

Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” Roma 12:1

Pertambahan anggota jemaat hasil kegiatan evangelisasi nampak dimana-mana. Diawali dengan kegiatan pelayanan perorangan, pelajar Alkitab yang baru itu kemudian dimatangkan melalui berbagai kegiatan jemaat. Kita menyaksikan betapa suksesnya Youth Camp, Minggu Sembahyang, small group, Kelompok Bersaksi sampai kepada acara besar seperti Kebaktian Kebangunan Rohani. Untuk 2014 pemantapan IEL di Indonesia Timur berlangsung dari January sampai bulan Agustus dan pada bulan September adalah acara puncak baptisan.Jiwa-jiwa yang menerima kebenaran patut kita syukuri kepada Tuhan.

Sekarang ini kita mempunyai anggota Jemaat dari anak-anak sampai dewasa tidak kurang dari 600.000 jiwa. Dengan menyebarnya anggota jemaat keberbagai penjuru wilayah maka kebaktian kecil mulai diadakan yang disusul dengan membuat company dan selanjutnya di resmikan sebagai sebuah Jemaat. Pertanyaan yang muncul kemudian bahwa bagaimana dengan rumah perbaktian? Jemaat perlu mempunyai tempat perbaktian yang permanent. Tempat yang dikhususkan untuk jemaat datang mengucap syukur dan menyampaikan keluhan dan permohonan kepada Tuhan melalui doa. Ruang kebaktian dimana jemaat datang untuk mendengarkan Tuhan bersabda melalui hamba-hamba yang diutusnya.

Tapi untuk mendirikan bangunan rumah Ibadah tidaklah mudah. Selain soal perijinan maka masalah tersedianya dana menjadi kendala. Sudah sangat sering kita menyaksikan sebuah proyek pembangunan rumah ibadah yang tak kunjung selesai padahal peletakkan batunya sudah berbilang tahun. Dulu ada ungkapan di Sulawesi Utara yang mengatakan betapa gampangnya mengidentifikasi bangunan Gereja Advent bilamana mengadakan perjalanan dari Manado ke Kotamobagu. Lihat saja mana gereja yang belum “selesai / klaar“ maka diperkirakan itu adalah bangunan Gereja Advent. Dan memang itulah kenyataan, kita gampang memulaikan namun sulit menyelesaikannya. Siapa yang akan dipersalahkan kalau bangunan itu tak kunjung selesai? Tak ada yang perlu dipersalahkan karena itulah umumnya cara kita membangun. Dibanyak jemaat, pembangunan masih dengan cara tradisional tak pakai arsitek dan kosultan, cukup saja oleh kepala tukang dan pengerjaannya juga dengan gotong royong kerja bakti. Namun pembelian bahan utama harus juga mengeluarkan biaya.

Ternyata dibanyak jemaat, uang setempat tidaklah mencukupi.Setelah jemaat mengadakann acara istimewa penyangkalan diri oleh memberikan partisipasi khusus bagi pembangunan gereja, toh dana belum memadai. Maka jurus berikut yang dijalankan yaitu menarik dana dari luar, dari mereka yang suka menyumbang, kenalan maupun donatur.

Bagaimana perasaan anda bilamana menerima sodoran kartu kawan atau lembaran berisi permohonan bantuan KKR. Apa reaksi saudara bilamana di berikan daftar permintaan dana untuk membiayai satu rombongan menghadiri sebuah acara. Jawaban apa yang akan diberikan bilamana amplop sumbangan dibagikan kepada saudara dari kenalan / family / anggota jemaat yang datang dari jauh membawa proposal pembangunan rumah ibadah? Apakah kita menolak, menghindar dan menjadi jengkel ataukah dengan senang hati dan akan membuka tangan membantu.

Kendala yang terjadi dilapangan adalah adanya satu dua orang yang melakukan gerakan cari untung. Memang perlulah kita mengecek keabsahan dan bagaimana pertanggungan jawab dari kegiatan pengumpulan dana apa saja. Dan kalaupun ada satu atau dua orang yang ’’lalai dan khilaf“ telah menyalahgunakan dana sumbangan bukan pada tempatnya sehingga terjadi salah sasaran, itu bukan berarti roh kedermawanan kita harus jadi berkurang, malah kita mendoakan yang khilaf itu.

Beruntunglah kita karena bila keran air sumbangan dibuka besar maka air berkat dari Tuhan akan lebih besar lagi mengalir masuk menggantinya. Sebaliknya bila keran ditutup maka air masuk menjadi nihil.

Kisah 20:35 ………. Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.”

Oleh: Pdt. Dr. Moldy Mambu