Memilih Untuk Merepresentasi

Semakin dekat hari pencoblosan, semakin bertambah baliho-baliho calon-calon wakil rakyat yang bertebaran di sudut-sudut jalan. Para kontestan ini meminta perhatian warga masyarakat yang memiliki hak pilih dalam pemilihan umum (Pemilu) tanggal 9 April mendatang. Tetapi, akan dikemanakankah satu suara yang kita miliki dari sekian ribu orang dewasa (di atas 17 tahun) yang memiliki hak pilih? Ribuan di daerah pemilihan (dapil) tingkat kecamatan, puluhan ribu di dapil tingkat kota atau kabupaten dan ratusan ribu bahkan jutaan di dapil tingkat provinsi; masing-masing menduduki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat tingkat kota dan kabupaten, tingkat provinsi maupun tingkat pusat. Adalagi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah yang notabene non partai.
Kontestan yang kelak terpilih untuk menggunakan kursi sebagai wakil rakyat di lembaga legislatif yang mengatur undang-undang dan mensahkan kebijakan keuangan merupakan mereka-mereka yang memenangkan suara rakyat dalam jumlah yang signifikan. Sebagai contoh, untuk daerah pemilihan (dapil) kecamatan Mapanget dan Singkil, seorang kontestan harus memenangkan sekitar lima ribu suara masyarakatnya untuk duduk sebagai legislator.
Tak ada cara lain bagi kontestan selain menggalang suara-suara di lumbung-lumbung suara. Ya, memasang baliho ataupun stiker-stiker tentang dirinya, programnya maupun nomor urut dirinya merupakan salah satu cara. Para pendukung akan dimudahkan untuk mengingat dan menandai kontestan pilihannya nanti. Yang tak dapat dilupakan, para kontestan harus maju dalam kendaraan partai. Ya, inilah kegiatan politik dari sebuah pemerintahan demokrasi yang dianut bangsa kita.
Banyak orang pesimis ketika menyadari arti sebuah suara miliknya dibandingkan dengan sekian juta suara lain. Tetapi, bukankah tidak ada kata sejuta suara bila tidak dimulai dengan satu saja.
Pemilihan umum seperti ini merupakan saat ketika hak-hak kita sebagai warga Negara disalurkan. Ya, pilihan ada pada kita, mau menggunakan hak tersebut, atau tidak menggunakannya. Hal yang terakhirpun merupakan sebuah pilihan bukan.
Memang, kita perlu ambil-kalau tidak mau dibilang membuang waktu- untuk menyalurkan pilihan kita. Tidak ada alasan untuk sibuk, karena negara meliburkan hari pemilihan untuk menyukseskan pesta demokrasi ini.
Lalu, ke mana dan pada siapa kita salurkan hak pilih kita? Bila sudah dalam tahap ini, pilihan tergantung pribadi masing-masing. Tentu, hati akan merasa tenang bila hak-hak kita dipercayakan kepada mereka yang dikenal, apalagi yang kita yakini bisa memperjuangkan pendapat atau aspirasi kita.
Beberapa di antara para kontestan mungkin merupakan sahabat, kenalan bahkan sesama anggota gereja. Terlepas dari golongan atau partai tertentu, merekalah yang kelak mengatur harkat hidup rakyat, baik di tingkat kota, provinsi hingga pusat. Jadi, akankah hak pilih itu kita gunakan? Lalu, kepada siapa lagi akan kita salurkan suara selain merepresentasikannya kepada mereka yang bisa diandalkan untuk memperjuangkan peri kehidupan orang banyak. Mari, gunakan hak pilih selaku warga Negara pada Pemilu 9 April 2014.

Oleh: Ellen Manueke