Most Wonderful Day

Orang Advent identik dengan acara buka dan tutup Sabat. Saat kecil, waktu membuka Sabat di kampung dengan kebaktian keluarga adalah hal yang sangat istimewa. Papa (almarhum) sudah pulang dari sawah, Mama telah selesai memasak, sementara kami anak-anak sudah mandi dan menunggu di ruang keluarga. Setelah berdoa dalam hati, biasanya kami membuka Lagu Sion dan menyanyi lagu buka Sabat. Mama atau Papa secara bergantian sepanjang minggu mengambil satu atau dua ayat dalam Alkitab (biasanya satu pasal dalam Mazmur) menerangkannya secara singkat, kemudian salah satu dari mereka akan berdoa. Kami berempat kemudian berpegangan tangan sambil mengucapkan “Selamat hari Sabat, selamat hari Sabat!” dan resmilah Sabat dimulai.   

Kami segera pindah ke ruang makan dimana Mama telah menyediakan masakan khas buka Sabat yang enak. Keluarga kami memiliki makanan khas Sabat (juga mungkin saja menjadi tradisi sebagian besar keluarga Advent di tempat kami tinggal) yaitu sup brenebon (kacang merah) yang disajikan dengan cakalang saus rica dan tentunya nasi panas. Inilah hidangan khas buka Sabat yang kami nikmati dalam keluarga kecil kami yang hidupnya sederhana tapi tidak berkekurangan karena berkat Tuhan.   Bertahun-tahun saya dan Wanda, almarhum kakak saya, menikmati hidangan dan kebaktian penuh kehangatan ini sampai akhirnya kakak saya pergi kuliah dan tidak tinggal bersama kami lagi. 

Saat saya juga harus meninggalkan rumah dan berkuliah, saya yakin kehangatan acara buka Sabat tidak pupus walaupun itu hanya dinikmati berdua saja oleh Papa dan Mama. Berkatnya tidak pernah putus, bahkan kesannya ada dan hidup hingga sekarang ini.   Di antara ribuan bahkan jutaan momen berkesan dalam hidup saya, saat-saat dimana saya masih kecil dan bahkan hingga dewasa sekarang ini, waktu untuk buka Sabat dengan Papa, Mama, dan Wanda selalu berkesan. Hal mana yang sekarang ini sulit dilakukan dimana kita tinggal di kota besar dan tidak bisa pulang tepat waktu tiba di rumah untuk berbuka Sabat dengan keluarga.   

Sebuah ironi.   

Terkadang kita harus mengucapkan doa dalam hati saat berhenti di lampu merah setelah mendengar adzan maghrib lewat radio. Doa pun harus terburu-buru karena bukan tidak mungkin diklakson mobil di belakang karena kendaraan sudah harus jalan. Atau, berapa kalikah anda masih berada di depan computer di kantor berusaha menyelesaikan report yang ditunggu manager anda sementara jam telah menunjukkan pukul 18.00 dan di luar sana sudah gelap? Oh, sungguh sebuah situasi yang jauh dari ideal untuk membuka Sabat Tuhan yang suci. Tapi itulah kenyataan hidup yang harus kita hadapi.   Itulah sebagian dari kenangan hidup yang indah dan kini kadang menjadi ironi. 

Saya coba tuliskan dalam beberapa bait lirik lagu dan semoga nanti dapat menjadi berkat.    
 
“The Most Wonderful Day”  
It is late Friday afternoon, my family gathered in the living room
I took the song book start to sing our favorite ones
A scripture read by Dad and my Mom close it with prayer
A special dine of soup served and warmth inside our hearts  
 
Refrain
Welcoming Sabbath, the best day of the week!
With all of happy faces can’t wait to meet
Leave all burdens behind you caused it’s a wonderful day
Fill the moments with your song, laughter, and prayer  
 
Some decades now gone by I’ve kept my Sabbath different way
Sometimes while drive, sometimes while worked in life’s routine
I do missed my childhood times
Celebrate Sabbath with loved ones
Somehow I couldn’t hold it now the way that it should  
 
Refrain
Wonderful Sabbath, the best time of the week!
With all of smiley faces can’t wait to meet
Leave all burdens behind you
Cause it’s a wonderful day
Fill the moments with your song, laughter, and prayer  
 
Bridge
It’s not too late bringing it back
My childhood Sabbath to this time
Now with my own family to live it up ‘till Jesus comes…  
 
Refrain

Oleh: Osvald Taroreh twitter: @OsvaldTaroreh