Adi, seorang pimpinan sebuah perusahaan di Jakarta tiba di rumahnya pukul 9 malam seperti biasanya. Tidak seperti biasanya anaknya, Ana yang berusia 9 tahun membukakan pintu untuknya. Tampaknya ia sudah menunggu cukup lama.
“Kok, belum tidur?” sapa Adi sambil menciumnya. Biasanya Ana sudah lelap saat ia pulang dan baru bangun ketika ia akan berangkat ke kantor. “Aku nunggu Papa pulang sebab aku mau tanya berapa sih gaji Papa?”
“Ok. Kamu hitung sendiri yah. Setiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam dan dibayar 400 ribu, tiap bulan rata-rata 22 hari kerja, kadang Sabtu masih lembur. Berapa gaji papa hayo?”
“Kalau 1 hari Papa di bayar 400 ribu untuk 10 jam, beraerti 1 jam Papa digaji 40 ribu dong,” kata Ana.
“Wah, pintar kamu. Sekarang cuci kaki, lalau tidur,” perintah Adi. Ana kembali bertanya, “Papa, aku boleh pinjam lima ribu?” “Sudah, tidak usah macam-macam. Buat apa minta uang malam-malam begini? Tidurlah.”
“Tapi, Papa,” Kesabaran Adi pun habis, “Papa bilang tidur!” hardiknya. Ana pun lari menuju ke kamarnya dengan sedih.
Usai mandi, Adi menyesali hardikannya. Ia menengok Ana di kamar tidurnya dan mendapati ia sedang terisak sambil memegang uang 15 ribu. Sambil mengelus kepala Ana, Adi berkata, “Maaf Papa ya. Papa sayang sama Ana. Kamu minta uang malam-malam begini untuk apa?”
“papa, aku tidak minta uang. Aku hanya pinjam. Aku akan kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan seminggu ini.” “Iya, iya, tapi buat apa?” tanya Adi lebut. “Aku nunggu Papa dari jam 8 mau ajak Papa main ular tangga, 30 menit saja. Mama sering bilang waktu Papa itu amat berharga. Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku, hanya ada Rp 15 ribu. Karena Papa 1 jam dibayar 40 ribu, berarti aku harus membayar Rp 20 ribu untuk waktu Papa. Tabunganku hanya Rp 15 ribu, kurang Rp 5 ribu, makanya aku mau pinjam dari Papa,” kata Ana dengan polos Adi pun terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan haru. Ia baru menyadari bahwa limpahan harta yang ia berikan selama ini ternyata tidak cukup untuk “membeli” kebahagiaan anaknya.
Inspirasi
Untuk Direnungkan : Dunia sering menilai waktu dengan uang sehingga ungkapan “Time is Money” sudah dianggap kebenaran mutlak. Seberapa besar Anda meletakkan uang di atas segalanya? Adakah waktu yang tersisa untuk keluarga? Seberapa sering kita meninggalkan pasangan dan anak karena kita mengejar uang?
Untuk Dilakukan : “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya.” Markus 8 : 36
Saat semua sumber daya alam habis terkuras, kita baru sadar bahwa kita tidak bisa memakan uang kita. Harta yang termahal dan termulia diberikan Tuhan kepada manusia ialah anak. Sering orang tua tidak menyadari bahkan memikirkan hidu seorang anak sejak kecil hingga dewasa, akan apa yang mereka pikirkan tentang orang tua khususnya Papa atau Mama. Ketika kita sedang sibuk dalam berbisnis, bekerja, mencari nafka terkadang lupa peran dan tanggung jawab sebagai orang tua kepada anak sendiri. Uang memang penting untuk hidup tetapu jauh lebih penting adalah Anak. Karena itu hai orang tua nyatakan kasih sayang kepada anak selagi masih kecil niscaya kelak pada saat mereka dewasa maka rasa cinta mereka tetap ada didalam pikiran mereka. Banyak orang tua sekarang ini yang kecewa dengan perlakuan anak mereka setelah dewasa dan berpisah dengan mereka, bahkan ada anak yang karena marahnya tidak sayang lagi kepada orang tuanya sendiri. Cintailah anak melalui perbuatan kita sebagai orang tua, waktu sesaat lebih bernilai daripada uang sejuta dihadapan anak. “Love is Forever”
Oleh : Bredly Sampouw