Kentang dan Telur, Pilih Mana?

Indonesia yang bagai Zamrud di katulistiwa sekarang berada dalam cobaan.  Sementara Negara berupaya untuk menaikan kemampuan dan taraf hidup masyarakat di berbagai sektor, di luar dugaan datang bencana. Pada banyak tempat di wilayah Jawa dan kota Manado,  banjir bandang datang memporak porandakan pemukiman.  Air yang biasanya naik hanya sebatas lutut kini meningkat ke plafon rumah. Korban harta tidak terbilang jumlahnya apalagi terdapat korban manusia.

Berada di halaman rumah berlumpur yang telah kosong karena bangunan terbawa banjir tidak ada yang tersisa, sangatlah menggiriskan. Tidak mudah menghadapi kenyataan ini apalagi beberapa keluarga yang kehilangan anggota keluarga. Melihat ketinggian air di antara 3 – 5 meter yang terjadi di setengah kota Manado dapatdibayangkan tingkat kesulitan serta tegang nya pada saat-saat evakuasi.  Dari tahun ketahun bencana bukan berkurang tapi malahan bertambah menjadi massif  bahkan dengan munculnya bencana baru, gunung meletus padahal dulu gunung itu tidur dan pasif. 

Negeri siaga bencana perlu diketahui oleh setiap masyarakat. Antisipasi musibah yang dapat saja terjadi kapan saja dan di mana saja di semua kawasan perlu dibiasakan.  Musibah itu termasuk yang terjadi pada pribadi seseorang. Siapkah kita?

Rasul  Paulus menulis “Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan” (Roma 5:3).

Pernakah mengamati bila sebuah kentang dan sebutir telur dimasukkan ke dalam panic dengan air mendidih? Air mendidih akan mengubah kentang dan telur itu. Tetapi perubahan yang terjadi kepada dua benda itu sangat bertolak belakang. Telur akan muncul dalam keadaan keras, sedangkan kentang akan berubah menjadi lembut.  Dalam situasi yang paling berat di kehidupan ini, mungkinkah kita berada dalam panic penderitaan, kesulitan, bencana dan musibah yang datang kadang beruntun. Apakah hasil akhir yang akan keluar.  Lembutkah, keraskah?.

Ada penderitaan yang diakibatkan ulah kita manusia. Pola hidup yang longgar cenderung boros sudah pasti berujung pada masalah kesehatan maupun kesulitan finansial. Ada penderitaan yang sulit diperkirakan serta berada di luar kemampuan manusia yang dikategorikan bencana. Air yang dalam jumlah kecil menjadi berkat namun bila dalam jumlah banyak dan berada bukan padatempatnya maka itulah bencana.

Sikap menghadapi suatu bencana sangat menentukan untuk membangun kembali semangat dan asa manusia. Merasa terpuruk serta meratap berkepanjangan bukan suatu solusi. Ungkapan bahwa ketika sebuah pintu dalam kehidupan tertutup pasti ada jendela kesempatan lain yang terbuka banyak benarnya karena sudah pasti setiap kejadian yang terjadi akan dikembari dengan hikmah.  Dalam keadaan seperti ini, yang utama, bukan bertanya kenapa musibah ini terjadi tetapi bagaimana sikap kita menghadapi cobaan atau ujian ini. Karena pesoalannya adalah bagaimana kita bisa keluar dan dalam keadaan bagaimana kita keluar dari panic itu.

Paulus memberi pencerahan bahwa menjadi orang Kristen bukan berarti bebas dari penderitaan. Hidup dengan Yesus akan menghadapi kesukaan dan sengsara.  Kita menderita sengsara karena kita hidup dalam persekutuan dengan Kristus (Kol. 1: 24; Flp. 3: 10).Juga sebagaimana Kristus harus menderita sengsara, begitu pula orang Kristen harus mengalami banyak sengsara (Kis. 14: 22).Sebab kesengsaraan itu justru turut menandai persekutuan dengan Kristus, dan persekutuan itulah yang menjadi alasan kita bermegah. Kesengsaraan menimbulkan ketekunan dalam terang Kristus yang dihadapi dengan ketabahan. Sikap menghadapi kesukaran dan bencana itulah yang menentukan untuk bangkit kembali. Memang secara manusia kerugian ekonomi, sakit penyakit, kemiskinan, penderitaan dan kematian sangat memukul kehidupan seseorang sehingga ada orang yang menjadi pahit, getir dan keras seperti telur.Tapi ada juga orang yang keluar dari kemelut ini justru menjadi bijak dan matang. Ia merasa damai dengan dirinya.  Sikapnya hangat dan ramah, mudah tersenyum dan menyapa. Ibarat kentang dia menjadi lembut karena dalamYesus ada sukacita. (Roma 8:37-39).

Oleh: Pdt. Dr. Moldy R Mambu