Dulu banyak orang menyanyikan sebuah lagu yang kadang merupakan sindiran maupun sebagai lelucon “ingat-ingat itu remember, jangan lupa itu don’t forget, aku cinta engkau I love you, hanya engkau only you” menitik beratkan agar menghindari lupa. Tapi lupa telah menjadi bagian dari kehidupan ini baik muda maupun tua.
Apa yang terjadi kemarin barangkali dapat kita uraikan secara runtut. Bagaimana kalau peristiwa itu terjadi bulan lalu apakah kita dapat mengingat keseluruhan ayat dan point penting ulasan firman Tuhan yang disampaikan pembicara di Jemaat? Amat sering kita ketemu seseorang, wajahnya masih sangat diingat tapi siapa ya namanya, mengapa namanya seperti sudah dimulut tapi nama itu menghilang lagi dari memory, siapa ya?
Orang lupa karena dia tidak ingat. Itulah yang selalu terjadi pada umumnya manusia sehingga soal lupa telah menjadi bagian dari kehidupan yang berulang dari hari kehari. Baru saja kemarin diingat, eh sekarang sudah lupa lagi. Hal ini sangat menjengkelkan tapi apa mau dikata barangkali diketawain saja, ya menertawakan diri sendiri. Kalau mau dibilang penyakit maka inilah penyakit yang paling menyebalkan, kronis, kambuhan dan tak pernah sembuh. Penyakit ini tidak saja menyerang secara individu, melainkan juga organisasi dan institusi itu sebabnya diperlukan minutes atau notulen. Disisi lain, penyakit lupa ini menimbulkan kebutuhan mengatasinya yang dilain sisi kebutuhan ini menciptakan bisnis lumayan besar.
Kita melihat orang melengkapi diri dengan beker, diary, Ipad, hingga alarm. Hal ini semuanya sekedar untuk mengingatkan bersangkutan agar semua agenda tidak ada yang terlewatkan. Sama halnya pula bila melihat orang mempekerjakan seorang sekretaris, selain melakukan hal-hal menyangkut kesekretariatan juga agar ada orang yang mengingatkan. Semakin kita sibuk, semakin besar pula biaya yang dikeluarkan untuk menyiasati soal lupa ini.
Tapi itulah manusia, secara alamiah kemampuan daya ingat kita terbatas. Ada peristiwa yang terekam lebih lama, ada yang menancap sulit dilupakan, ada yang hanya numpang lewat berlalu dan tak diingat lagi. Kita mengenang pengorbanan para pahlawan bangsa yang telah mendahului, kita menghormati para pahlawan iman, mengingat perjuangan para pelopor pendidikan melalui acara mengheningkan cipta. Hal ini mengarahkan kita pada ujar bijak “Bila anda berbuat baik kepada orang lain tulislah itu di atas pasir tapi bila anda menerima perbuatan baik orang lain, tulislah itu di hati”. Tulisan di atas pasir akan cepat terhapus namun yang tertulis dihati akan menjadi pengalaman, jadi sejarah dan bagian dari kehidupan. Dengan demikian kita tidak menjadi sombong dan terjerat kepongahan ketika menolong orang sehingga terbiasa pamrih. Sebaliknya bila menerima kebaikan, ingatlah juga untuk mengulurkan kebaikkan kepada orang lain.
Untuk menyiasati soal lupa ini, ADEAR Center (Alzheimer’ Disease Education and Referral) – memberi beberapa tip melatih dan mempertahankan daya ingat seperti: 1. Rencanakan pekerjaan, buatlah “to do lists”, gunakan memory aids seperti catatan dan kalender. 2. Kembangkan minat dan hobi secara aktif, cari hobi yang dapat melepas stress, anxiety, depression. 3. Tetap melakukan aktivitas tubuh dan exercise seperti jalan kaki. 4. Hindari alkohol.
Siapa yang datang berkunjung, apa pekerjaannya, dijenjang mana jabatannya, dia datang dengan siapa dan bagaimana keadaannya adalah pertanyaan yang seringkali mempengaruhi penerimaan seseorang didalam jemaat. Atribut dan hal-hal yang nampak secara kasat mata dalam soal materi sangat sering masih sangat berpengaruh dalam penerimaan membuat kita melupakan esensi persaudaraan dalam jemaat. Bahwa haruslah kita menolong satu sama lain, membantu satu sama lain, rendah hati satu sama lain, lemah lembut satu satu lain, sabar satu sama lain, kasih satu sama lain, setia satu sama lain, mengampuni satu sama lain, menerima satu sama lain, bersalaman satu sama lain, rukun satu sama lain.
Mempunyai pendidikan atau tinggal diluar negeri yang berbeda kultur bukan menjadi pembenaran bahwa dia lebih mengetahui segala sesuatu dari orang lain sehingga lupa bahkan abai pada tata krama lokal dan alpa memberi apresiasi kepada mereka yang senior serta penyapaan kepada orang yang lebih tua. Kadang kita terkejut melihat mereka yang melupakan sopan santun ataupun ada pimpinan yang lupa kepada program yang telah dicanangkannya.
Pernakah kita mendengar sindiran bahwa semua kebenaran ada di gereja Advent tapi sayang sekali orangnya yang tidak benar. Dibeberapa tempat hal ini mungkin saja menjadi stigma kepada sebagian kita, kenapa? Karena merasa menerima dan mempunyai kebenaran sehingga kita cenderung ekslusif. Dalam evangelisasi cepat mengedepankan kebenaran doktrin dengan konsekwensi surga atau neraka tapi pada keseharian kehidupan nyatanya “jauh panggang dari api” perilaku kita jauh dari yang diajarkan. Lupa bahwa action berbicara lebih keras dari pekabaran manapun.
Tapi itulah kita manusia, ingin diingat dan tidak dilupa tapi maukah juga kita mengingat orang lain. Mengingat hal yang baik bukan memperbesar minusnya supaya saling menerima satu sama lain, saling mengangkat, saling mendoakan sebagaimana Tuhan tak pernah melupakan kita walaupun “… seorang perempuan melupakan bayinya sehingga ia tidak menyanyangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.” Yesaya 49:15.
Oleh Pdt. Dr. Moldy R Mambu