Siang itu, tepatnya hari Kamis, tanggal 7 November 2013 terdengarlah sebuah pengumuman dari Presiden Filipina, Benigno Aquino III melalui siaran televisi dan radio ” Diberitahukan kepada semua orang, kita sedang menghadapi bahaya serius, kita akan menghadapi angin raksasa, angin topan Haiyan yang akan melewati kota kita yaitu kota Tacloban, mari kita bersia-siap, saling membantu untuk menyelamatkan diri kita”
“Ibu…Ibu…” teriak seorang gadis kecil, Corry mencoba untuk menceritakan apa yang telah dilihat dan baru saja di dengar melalui televisi “ Angin raksasa akan datang, kita harus bersiap-siap” kata Corry kepada Ibunya. Ibunya bernama Bernadette Tenegra adalah seorang guru sekolah menengah, Ibunya mencoba menenangkan dan menyiapkan makanan dan pakaian, mereka pun segera bersiap-siap untuk melindungi diri mereka. Di malam yang hening terdengar semua orang bersedia untuk menghadapi badai yang tidak lama lagi akan melewati kota mereka,
Jam-jam kepanikan berlalu dengan cepat, tiba-tiba di pagi hari pada hari berikutnya terdengar deruh angin yang sangat kencang, begitu dasyatnya badai topan yang sangat mengerikan itu telah datang begitu cepat, pohon-pohon tumbang, rumah-rumah rusak, Corry dan ibu dan ayahnya bersama kakaknya mencoba untuk melindungi diri mereka namun angin dan badai terlalu dasyat sehingga mereka harus terpisah.
Dalam kondisi angin yang dengan ganasnya menghantam kota itu, Ibu dan Corry memang ketakutan. Namun ibunya berusaha membawa dan melindungi putri bungsunya itu. Saat itu Corry sudah penuh luka akibat terkena serpihan kayu dari pohon dan bangunan.
Namun kalian tak akan menduga apa yang dikatakan gadis itu, “Ma, pergilah tinggalkan aku. Selamatkan dirimu.” Sang ibu berkeras membawa dan menyelamatkan putrinya. Sebagai seorang ibu mencoba untuk melindungi sang anak lebih besar daripada rasa takutnya pada badai tersebut.
“Aku memeluknya dan memintanya untuk terus bertahan., Aku berkata akan membawanya pergi dari situ, namun ia akhirnya menyerah kata Ibunya setelah ia diselamatkan. Corry seolah sudah mengetahui bahwa ia tak akan hidup lebih lama dan meminta ibunya untuk menyelamatkan dirinya saja.
Badai itu menggulingkan rumah, menyapu apapun yang ada di hadapannya. Termasuk ayah dari Corry dan kakaknya yang lain. Namun mereka masih bisa berusaha mencari perlindungan. Hanya Corry yang terjebak dalam pusaran kuat air dan angin yang menjadi satu.
Sebagai seorang ibu, ia berusaha membuat Corry tetap bertahan. Ia terus berteriak memanggil namanya…Corry…..! Corry….! Ibu mencintaimu…., namun sang putri kelihatan terlalu lemah untuk terus hidup. “Akhirnya ibunya meninggalkannya sambil berurai air mata. Tak terbayangkan betapa sedihnya hati seorang ibu ketika kehilangan putri yang ia cintai.
Badai ini memang menjadi salah satu badai terkuat di dunia dan sudah ‘menyapa’ beberapa negara. Dan sedihnya, Ibu Corry, bukan satu-satunya seorang ibu yang kehilangan sanak keluarganya akibat badai ganas ini. Banyak orang yang nampak berusaha mengenali jenazah yang bergelimpangan untuk mencari kerabat mereka yang hilang.
Setelah badai berhenti, anak-anak yang masih selamat namun telah kehilangan ayah dan ibu bahkan saudara-saudarnya, mereka mencoba menuliskan kisah mereka, mereka tak habis akal. Agar bisa diberi bantuan sekaligus untuk memberitahu bahwa mereka masih hidup dan selamat pasca topan, mereka menulis pesan di secarik kertas dan memberikan kepada para penyelamat yang barangkali akan menemukan ayah atau ibu mereka.
Semoga pertolongan dan segala yang terbaik, bisa menyertai para korban topan Haiyan yang ditinggalkan oleh keluarganya.
“Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia. “ Yakobus 1:12.
Dikirim oleh Max Kaway