Foot Print in the Sand

Lagu adalah bahasa jiwa. Itu sebabnya jiwa yang bergembira atau sebaliknya larut dalam perasaan mendayu-dayu dapat ditentukan oleh lagu . Kalau lagu mendatangkan kegembiraan maka menurut Raja Salomo adalah obat yang manjur. Sedangkan lagu yang mematahkan semangat, putus asa dan tak berpengharapan sudah pasti akan mengeringkan tulang alias mendatangkan penyakit.

Minggu kemarin sambil melagukan “Tuhan pimpin spanjang jalan amat senanglah hatiku” dengan mobil Kijang perjalanan kami ke SLA Kawangkoan dari Manado telah mencapai Pineleng. Walau jalan melingkar-lingkar mobil tetap melaju seakan ingin mendahului semua mobil yang didepan. Seat belt telah dipasang, tikungan yang sempit dilalui dengan cepat sayup2 terdengar lagu “Apabila damai perjalananku” dari teman yang duduk dibelakang. Lepas dari Tinoor masuk Kota Bunga Tomohon jalan sedikit lengang. Hal ini membuat pak sopir menaikkan kecepatan, semakin kencang padahal perjalanan menuju Sekolah Berasrama yang terletak di antara Desa Tompaso II dan Pinabetengan itu tidaklah dikejar waktu. Trip ini hanya sebuah perkunjungan nostalgia yang seharusnya dijalani dengan santai saja, tak perlu terburu-buru. Dalam suasana diam, tangan memegang sandaran kursi, semua mata kedepan lalu muncul usulan dari bagian tengah yang mengajak semua menyanyi lagi dan lagu yang ditawarkan untuk keadaan tegang seperti ini adalah “Kuserahkan Hidupku dan tumpah darahku” yang disambut ketawa semua penumpang sambil mengingatkan bapak sopir untuk menurunkan kecepatan agar perjalanan dapat dinikmati dengan aman.

Kehidupan kerohanian seseorang bagai sebuah perjalanan. Berapa akrab,erat dan dekatnya kita berjalan dengan Yesus sang Juruselamat sangat menentukan kenyamanan perjalanan itu. Lagu sion no. 103 menggambarkan betapa bahagianya bila menjadikan Yesus sahabat dalam perjalanan iman. “Jalan serta Yesus selalu sejahtera mana saja aku dipimpinkannya, dengan tiada Tuhan girangku hilang, jalan serta Yesus selamanya senang. Dimanapun saja tidak kugentar, jalan serta Yesus aku bergemar”.

Dimana saja, sebuah perjalanan tak luput dari halangan. Cuaca tak berawan dipagi hari tidak menjamin akan berlanjut sampai petang hari. Namun perjalanan harus dimulai, ketika sebuah langkah telah diayun, perjalanan telah mencapai setengahnya kata orang bijak. Jangan gentar terhadap halangan dan rintangan. Hal itu adalah lumrah, itu akan selalu muncul memberi cobaan bahkan ujian mental apakah kuat menuju cita. Pengalaman pemazmur mengingatkan kita bahwa kegentaran akan selalu datang bahkan ancaman sering berada didepan mata tetapi tidak perlu takut dan ragu. Mazmur 57:7; Mazmur 35:17; Mazmur 42:6. Dalam kegelisahannya Raja Daud mengutarakan rahasia keberhasilannya yaitu dekat dengan Tuhan … bagai rusa merindu sungai berair. Mazmur 42:2.

Kerinduan seekor rusa mencari air untuk melenyapkan dahaganya adalah gambaran kesungguhan seseorang yang berkeinginan kuat agar selalu dekat dengan Tuhannya. Lebih dekat lebih baik agar tetap subur, segar dan kuat. Hal ini menjadikan seseorang tetap yakin akan pertolongan Tuhan bagai Ayub, yang dalam cobaan penderitaanya tidak kehilangan arah, ‘Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu’. Ayub 19:25.

Dalam ilustrasi imaginasi, adalah seorang musafir yang memandang kilas balik perjalanannya dengan Yesus. Di telusuran masa-masa kehidupannya yang manis, nampak dua pasang kaki jalan beriringan di pantai kehidupannya dan dirasakannya betapa berbahagia dia ketika itu. Namun hei , coba lihat … matanya difokus kepada bagian dimana ada saatnya Cuma satu pasang kaki nampak diatas pasir …. Oh, ternyata itu adalah disaat yang paling sulit dan berat dalam kehidupan, Ia membatin. Lalu sang musafir menanyakan kepada Tuhan … Kenapa Engkau meninggalkan aku justru disaat aku sangat membutuhkan uluran tangan kasih Mu? Jawaban yang datang sangat mengharukan hatinya ….. Hai anakku yang kukasihi. Dalam perjalanan kehidupanmu aku selalu mendampingimu dan tidak pernah meninggalkanmu sendirian. Ketahuilah, disaat yang paling getir dalam kehidupanmu .. ketika itu aku menggendongmu. Itu sebabnya hanya nampak sepasang kaki.

Berjalan dengan Yesus secara beriringan seperti jalan dengan seorang sahabat akan memudahkan komunikasi dua arah. Akan lebih gampang memahami bila ada kesulitan di perjalanan. Juga sangat enteng untuk saling menolong karena tidak terpisahkan oleh jarak. Kesulitan, ancaman maupun bahaya akan selalu datang silih berganti namun janji Yesus adalah tetap. “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu”. Yesaya 46:4.

Oleh : Pdt. Dr, Moldy Mambu