Kondisi penyelidikan Martin Luther terhadap kebenaran Alkitab secara serius dan bersungguh-sungguh membuat dia yakin akan kesalahan-kesalahan praktek dan pengajaran Gereja Am dimana dia pernah menjadi anggota.
Menurut Ellen G. White bahwa ia (Luther) dituntun untuk menerima kekeliruan doktrin kepausan, keselamatan diperoleh melalui penghukuman dan sakramen penebusan dosa, dan bahwa manusia harus melalui neraka untuk mencapai Sorga.
Ia belajar dari Alkitab berharga bahwa ia tidak dibersihkan dari dosa oleh darah yang mendamaikan dari Kristus, tidak pernah dapat dibersihkan oleh api neraka; bahwa dokrin Purgatori adalah perkakas kelicikan bapa pendusta, dan bahwa kehidupan masa kini adalah satu-satunya periode masa pintu kasihan yang dijaminkan kepada manusia di dalam mana menyediakan diri untuk masyarakat yang murni dan kudus”{Signs of the Times, 31 Mei 1883, par. 19}.
Lebih lanjut White menegaskan: “Doktrin kebakaan jiwa alamaiah sudah membuka jalan bagi pekerjaan lihai Setan melalui Spiritualisme modern; dan di samping itu sumber kesalahan-kesalahan Roma, Purgatori,doa-doa bagi orang mati, doa-doa syafaat orang-orang kudus, dst, yang mana sudah memancar dari sumber ini, itu sudah menuntun banyak penganut Protestan untuk menolak kebangkitan dan Penghakiman, dan sudah memberikan kebangkitan kepada bidaah yang memeberontak melawan siksaan kekal, dan penipuan Universalisme yang berbahaya.
Gereja tidak mendesakkan bahwa itu adalah satu tempat, tetapi boleh menjadi hanya sebuah proses.
Itu bukan satu arah tujuan akhir ~tetapi sejenis penggalan uraian melalui mana semua yang harus mengalaminya, akan pada akhirnya dimurnikan cukup untuk melihat Allah muka dengan muka.
Itu dipahami bahwa jiwa-jiwa itu sedang menjalani pemurnian ini boleh diuntungkan dari doa-doa orang hidup, tetapi bahwa kesempatan anugerah untuk berdoa bagi keringanan penderitaan mereka sendiri sudah lewat.
Sama seperti seorang tahanan penjara yang sedang menunggu pemeriksaan pengadilannya –mungkin boleh dilepaskan dari penjara itu oleh seorang sahabat yang membayar biaya uang jaminannya.
Jadi kita boleh menolong untuk mencapai kelepasan satu jiwa dari tawanan penderitaanya.
Itu dianggap satu tindakan agung dari rahmat ilahi oleh Gereja untuk berdoa bagi orang mati.
Sebagai mantan penganut Katholik dan mantan mahasiswa di Universitas Katholik Pontifical Gregorian Roma, Dr. Samuele Bacchiocchi mengemukakan bahwa Gereja Roma Katholik hingga dewasa ini tidak pernah merubah doktrin Purgatori.
Justru baru-baru ini ada upaya dari Paus Yohanes Paulus II untuk meredakanapi neraka dan Purgatorioleh menafsirkannya sebagai satu kondisi dari jiwa, dari pada sekedar tempat-tempat hukuman yang menakutkan, fakta tersebut menyisakan bahwa pandangan tradisional dari Purgatori sebagai tempat di mana jiwa-jiwa menjalanipemurnian akhir oleh api sebelum diakui ke Firdaus, masih menyisakan pengajaranresmi Gereka Katholik.
Bacchiocchijuga menulis bahwa Kathekismus Baru Gereja Khatolik,secara luas didasarkan pada pengajaran-pengajaran Konsili Kedua, secara jelas menegaskan: “Semua yang mati di dalam anugerah Allah dan persahabatan, tetapi masih dimurnikan secara tidak sempurna, memang dijaminkan keselamatan kekal mereka; tetapi sesudah kematian mereka menjalani pemurnian, agar mencapai kekudusan yang diperlukan untuk memasuki sukacita sorga.
‘Gereja memberikan nama Purgatorikepada pemurnian akhir bagi orang pilihan, yang mana secara menyeluruh berbeda dari hukuman karena kutukan. Gereja merumuskan doktrin imannya atas Purgatorisecara khusus pada Konsili-Konsili Florence dan Trente.
Para Jesuit dengan cepat menyebarkan diri mereka sendiri ke seluruh Eropa, dan di mana saja mereka pergi,ada yang mengikuti satu kebangkitan terhadap kepausan. {The Great Controversy, hlm. 235, parag.
1}.Namun, di sisi lain, Ellen G. White juga pernah menulis bahwa “Anak-anak Allah berada di Gereja-Gereja Lain.—Allah memiliki anak-anak, banyak dari mereka, berada di gereja-gereja Protestan, dan ada di sejumlah besar di gereja-gereja Katholik, yang adalah lebih benar menuruti terang dan untuk melakukan pengetahuan mereka yang terbaik dari pada sejumlah besar di antara orang-orang Advent pemelihara Sabat yang tidak berjalan di dalam terang. Tuhan akan memiliki pekabaran kebenaran untuk dikhotbahkan, bahwa Protestan boleh jadi harus diamarkan dan dibangunkan kepada keadaan perkara-perkara yang benar, dan memikirkan nilai dari kesempatan istimewah dari kebebasan beragama yang mereka sudah lama nikmati” {Selected Messages, Bk. 3, hlm. 386, parag.
2}.Itu artinya bahwa Paham menyesatkan dari para Jesuit seperti kebakaan jiwa yang diimplementasikan di dalam ajaran dan dogma Purgatori akan dipertanggungjawabkan mereka pada akhir zaman secara individu atas penyesatan yang mereka lakukan, “Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat.”
(Pengkhotbah 12:14). Sebab dalam Matius 18:7, tercatat: “Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya.”Tetapi secara pribadi ada sejumlah besar umat Katholik yang sedang disesatkan dan merekalah yang harus diselamatkan karena mereka disesatkan secara turun-temurun hanya karena tidak memiliki pengetahuan dan latar belakang dari paham yang menyesatkan itu seperti paham Purgatori.
Ada banyak jiwa di gereja Katholik yang dapat dimenangkan dari penawanan berupa tipe penipuan yang sistemik ini seandainya mereka diberikan terang yang tulus dari Kitab Suci.
Oleh: Pdt. Kalvein Mongkau