Menilai Keberhasilan

Tahun lalu, tepatnya 5 Oktober, ucapan-ucapan kenangan dan hormat membanjiri inbox Apple Corporation di Cupertino, California, mengenang setahun kepergian Steve Jobs, Kepala Operasi atau CEO perusahaan itu.Rekan-rekan sekerja, konsumen, kenalan, juga kompetitor, mengenang dengan respek tokoh yang sempat merobah generasi komputer dan hubungan manusia dengan tehnologi.

Suatu rekor kerjakeras dan ketekunan yang membuahkan keberhasilan. Dimulai di sebuah bengkel kerja di pojok garasi, begitu ceriteranya, Steve Jobs dan Steve Wozniak berbulan-bulan menghitung, mengukur, mengetok,memotong, mengelas dan menguji, berulang-ulang, sampai akhirnya terbentuk satu mesin, rangkaian mekanis yang mampu menghitung, menyimpan data dan mencetak.

“Akan kita namai apapenemuan kita ini?”Kedua Steve saling bertanya serta rekan-rekan yang kebetulan hadir. Wozniak, si pemimpin, berkata: “Kalau taksatupun di antara kalian mengusulkansatu nama, kita akan namakannya ‘Apple’saja,” sambil mengacungkan buah apel yang sedang dimakannya. “OK? Lima, empat, tiga, dua, satu . . . tidak ada yang punyanama? Baik, ‘Apple’ lah namanya.”

Demikianlah telah lahir Komputer Apple, penemuan yang waktu itu biasa-biasa saja, jauh dibawah tingkat kinerja dan ketenaran IBM, Honeywell,Cray dan lainnya. Tapi berkat kerja keras, tekad dan kegigihan, itu melahirkan anak cucu: MacIntosh, iphone, ipod, ipad, dan entah apa lagi yang akan munyusul nanti. Masing-masing adalah produk unggul yangsukses, terobosan tehnologi baru yang memimpin industri elektronika.Bukan hanya sukses secara komersil dan menghasilkan keuntungan, tapi merobah proses kerja administrasi, metode belajar-mengajar, lapangan kerja, dan media sosial.

Sukses yang bukan alang kepalang. Tahun-tahun resesi Amerika akhir dasawarsa lalu, posisikeuangan negara begitu kritis, adapeninjau ekonomi berkomentarbahwa saat itu Apple Computer punya lebih banyak cash, uang tunai, di tangan daripada Uncle Sam. Dunia menghargai keberhasilan, manusia mengidolakan mereka yang sukses.

Bagaimana kita melihat sukses dari kacamata rohani?Apa itu sesuatu yang perlu, penting dan mesti dikejar? Bagaimana kita mengukur sukses? Apakah baik atau pantas membanding-banding satu orang dengan orang lain? Bagaimana Alkitab memandang sukses?Dan bagaimana kita secara gereja dan organisasi melihat, menilai dan mengukur sukses?Bagaimana kita menilai sukses kerohanian individu dan kelompok?Lalu, siapa yang qualified menjadi penilai keberhasilan: saya, orang lain, oganisasi, atau Tuhan?Dan, mungkin yang paling relevan, kalau itu baik dan perlu, bagaimana mencapai sukses?Apa resepnya, coba kita lihat beberapa nasihat Alkitab tentang itu.Tulisan ini menyajikan satu pandangan Kristen tentang sukses.

Mengenai Daud, 1 Samuel 18:14 mengatakan, “Daud berhasil di segala perjalanannya, sebab Tuhan menyertai dia.” “In all his ways,” dalam segala hal atau apa saja yang ia lakukan, bukan hanya ‘perjalanan.’ Jadi Alkitab memuji, menghargai dan menganjurkan keberhasilan.Dan kita bisa artikan bahwa sukses ituperlu dan baik untukdikejar dan dicapai.

Bagaimanakah sukses menurut Alkitab?Approach yang paling mudah adalah dengan melihat tokoh-tokoh sukses Alkitab.Yusuf, Daud, Daniel, dan Paulus dapat menjadi contoh. Sebaliknya Kain, Esau, Samson, Saul dan Haman bukan contoh yang baik tentangkeberhasilan.Tapi ada baiknya juga melihat sukses dari kacamata sekular.

Ada banyak definisi, pengertian dan bentuk sukses.Menurut Doug Firebaugh, penulis dan pembicara motivasi di Birmingham, Michigan, sukses itu berbeda untuk tiap orang. Itu tergantung pada apa yang seseorang inginkan, cari, dan usahakan. Firebaugh membedakan tiga macam keberhasilan: accomplishment, success dan true success.

Accomplishment adalah sukses per hari, per minggu atau kapan saja setelah anda memusatkan perhatian pada suatu tugas atau maksud dan mengerahkan daya dan usaha mencapai itu.Sukses bagi kebanyakan orang adalah accomplishment demi accomplishment yang dicapai selama jangka waktu tertentu, hasilnya dapat dirasakan orang itu dan dilihat orang lain. Itu bisa berupa karier, kekayaan, posisi, status, dll. Level ketiga yaitu true success adalah realisasi maksud hati, idaman dan keinginan, life-long dream,dan adalah perwujudan pandangan hidup dancita-cita.

Bagaimana sukses secara rohani? Daud mengalahkan Goliat, memenangkan banyakbattle melawan musuh, melewati masa-masa sukar sebagai pelarian, akhirnya menduduki tahta dan mempersatukan duabelas suku Israel. Mendatangkan masa aman, tenang dan makmur bagi Israel.Daud berhasil.Yusuf mulai dengan mengelola rumah dan harta Potifar, lalu mengatur administrasi penjara Mesir.Akhirnya memimpin urusan logistik negara.Yusuf dan Daud adalah contoh sukses.Daniel juga contoh sukses.

Jeremia lain ceriteranya. Dengan lantang menuding dosa-dosa bangsanya dan hukuman Allah yang segera akan tiba, ia diserang oleh saudara-saudaranya sendiri. Dipukul dan dipenjarakan oleh penguasa dan ulama, diancam hukuman mati berulang kali, dibuang ke sumur, baru lepas penjara setelah Yehuda bubar sebagai kerajaan karena ditaklukkan musuh.Apa Jeremia berhasil?Saya pikir begitu.

Saul tigapuluh tahun menjadi raja Israel, tetapi Alkitab tidak menyebutnya berhasil.Esau kehilangan berkat bapaknya tapi keluarganya berkembang pesat dengan tanah kediaman yang pasti sementara Jakub masih belum punya satu bidang tanahpun.Esau berhasil secara manusia tapi tidak secara rohani.

Untuk kita sekarang ini, dalam perspektif Kristen, bagaimana menilai sukses.Pengkhotbah 9:10, “Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu dengan sekuat tenaga . . .” Pengkhotbah 10:10, “Jika besi menjadi tumpul dan tidak diasah, maka orang harus memperbesar tenaga, tetapi yang terpenting untuk berhasil adalah hikmat.”Untuk berhasil perlu hikmat.

Allah mengaruniakan kepada masing-masing kita fisik, mental dan spiritual, ketiganya perlu dipelihara dan dikembangkan secara berimbang.Dalam ketiga bagian ini terdapathikmat dan talenta, pemberian yang perlu diasah dan dikembangkan. Melengkapi semua ini Allah memberi kita ruang dan waktu, dua hal yang membentukapa yang kita sebut kesempatan.

Sukses adalah kualitas dari hasil eksploitasi talenta-talenta fisik, mental dan spiritual dengan memanfaatkan kesempatan. Tapi perangkat fisik-mental-talenta tiap orang berbeda-beda, jadi potensi sukses mereka belum tentu sama. Betul, ayat Pengkhotbah di atas menganjurkan “kerjakanlah itu dengan sekuat tenaga.”Tuhan menilai bukan kuantitas dari output, tapi kualitasdari usaha karena itu mencerminkan sikap dan motivasi.

Satu hal penentukualitas usaha mencari sukses adalah prioritas, mana yang kita utamakan.Prioritas itu dipengaruhi oleh nilai, keyakinan, prinsip, preferensi (suka atau tidak suka), dan sentiment atau perasaan.Hal-hal ini menentukan perhatian, konsentrasi, seseorang hal mana terlihat pada kesungguh-sungguhan usaha, tekad, dan besarnya karya dan daya yang dikerahkan.

Dapatkah kita berharap faktor-faktor eksternal membantu upaya mengejar sukses? Zondervan memberi pertimbangan berikut:

Pemerintah: kita bergantung pada perundang-undangan untuk melindungi keputusan-keputusan moral yang kita ambil, tetapi legislasi tidak merobah hati manusia. Ilmu pengetahuan: kita menikmati manfaat-manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi, terkadang kita mengikuti prediksi-predisi dan analisa ilmiah sebelum mencari tuntunan Alkitab. Pendidikan: kita berlaku seolah-olah pendidikan dan gelar dapat menjamin hari esok tanpa mempertimbangkan rencana Allah untuk masa depan. Jaminan medis: kita menaruh kepercayaan pada pengobatan untuk memperpanjang usia dan melindungi kualitas hidup—terpisah dari iman dan hidup bermoral. Posisi keuangan: kita menggantungkan keyakinan kita pada kemantapan keuangan dengan melupakan bahwa penanganan uang secara bijaksana mesti disertai keyakinan bahwa Tuhanlah yang menyediakan semua keperluan kita.

Dunia menilai sukses berdasarkan jabatan, kekuasaan dan kekayaan. Kita cenderung melihat lama dinas, besarnya kewenangan dan institusi. Itu ada benarnya.Tetapi lebih penting adalah nilai dan jasa.Ada penguasa besar dan disegani, tapi organisasi morat-marit. Dibanding dengan petugas tidak dikenal tapi selama dinas melayani dengan tulus dan berjasa bagi komunitas.

Bagainana dengan evaluasi kerja? Itu perlu, dan kriteria-nya mesti jelas.Disitu termasuk disiplin, tanggung-jawab, komitment.Tidak salah arah tapi mencapai sasaran.Apakah hasilnya terlihat sekarang atau nanti, tidak jadi soal.Anda mungkin sedang menanam, memetiknya nanti.

Anak-anak mesti bercita-cita tinggi dan bekerja keras.Kaum muda mesti membekali diri selagi di sekolah dan sesudah bekerja pun.Dapatkan basic skills yang diperlukan di lapangan kerja.Lengkapi itu dengan personal skills, bagaimana membawa diri.Jangan lupa job survival, anda dituntut dedikasi dan performance tiap hari; ingat ada banyak saingan.Personal developmentjuga perlu, menambah ilmu dan skill, itu membuka pintu-pintu kesempatan.Di atas semua itu minta tuntunan surga.Nilai anda di pekerjaan mesti menjadi nilai anda di komunitas dan di gereja.

Satu segi penting dari nilai atau value adalah kegunaan—faedah atau pengaruh.Kita sebut itu berkat. Apakah bakat, keahlian, kemampuan dan karya anda yang membuahkan sukses hari demi hari dan karier anda berfaedah bagi orang lain: keluarga, komunitas dan gereja. Apakah lingkungananda tertolong dan menjadi lebih baik oleh tindak-tanduk, karya dan keberadaan anda.Apakah anda menjadi berkat atau sumber masalah.

Tidak usah risau apakah partisipasi dan amal bakti anda dihargai orang atau tidak.Jangan harapkan ucapan terima kasih atau kalungan bunga. Biarlah kata hati yang menuntun: apasaya sudah melakukan yang terbaik, dan apa lagi yang dapat saya lakukan. Usaha dan karya saya yang terbaik pun tidak akan pernah dapat dibandingkan dengan apa yang Tuhan sudah lakukan bagi saya. Dan, selama saya terus bertanya, apa lagi yang saya dapat perbuat bagi Tuhan dan sesama, Ia akan menambah kapabilitas dan membuka pintu.Kita mesti menjadi saluran berkat. Selama kita terus menyalurkan berkat, tidak terhalang, aliran juga tak kan pernah berhenti dari Sumber yang tidak pernah kering.Itu baru sukses.

Jadi, sukses, keberhasilan, itu penting, semua kita mesti prihatin dengan itu.Sesuai talenta dan kesempatan yang Allah berikan kepada masing-masing.Termasuk mereka yang kakek-nenekpun—mengapa?Karena kenalan dan anak-cucuperlu nasihat dan panutan demi keberhasilan di dunia dan di surga.

Kapan kita boleh relaks dari “obsesi” ini?Bila Yesus datang kedua kali.Itu yang kita tunggu, sebab evaluasi yang paling tinggi atas keberhasilan seumur hidup kita tidak lainadalah ucapan Yesus nanti:“Hamba-Ku yang baik, masuklah kedalam kesukaan Tuanmu.

Oleh : Jack Kussoy