Siapa yang menentukan makanan yang akan disajikan diatas meja maupun yang memasaknya pada sebuah keluarga? Siapa yang mengatur, menyapu, membersihkan rumah? Jawaban umumnya adalah wanita dan lebih khusus lagi ialah isteri. Kultur kebiasaan seperti mengarahkan bahwa pengurusan rumah tangga umumnya menjadi tanggung jawab perempuan, Selanjutnya pria mempunyai pekerjaan lain yang dianggap berat. Suami bertanggung jawab untuk mencari nafkah.
Dijaman hak asasi manusia yang mengemuka sekarang ini maka persamaan dan kesetaraan gender dalam kehidupan bermasyrakat dan pekerjaan dijamin oleh undang-undang (Pasal 27 UUD 45). Tidak boleh berlaku semena-mena kepada orang lain hanya karena adanya perbedaan. Begitu seorang diterima menjadi bagian dari suatu perusahan, contohnya sebagai karyawan maka jenis kelamin, usia, ras/etnis, gender dan agama bukan menjadi halangan dalam soal remunerasi, promosi, demosi maupun pemberhentian pegawai. Aturan diterapkan kepada siapa saja tanpa memandang latar belakangnya.
Kesetaraan sudah diatur sejak penciptaan. Ketika penciptaan manusia, nyata kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka (Kejadian 1:27). Manusia diciptakan sama, mulia, kudus, berakal budi sehingga boleh berkomunikasi dengan sang pencipta. Kedua manusia segambar, punya status sama, tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun hanya karena beda jenis kelamin.
Namun gender muncul dikarenakan cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh sekelompok orang dengan membagi peran, kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan berdasar sifat yang dianggap pantas sesuai norma, adat, kepercayaan dan kebiasaan. Gender berkembang dan berobah menurut waktu dan tempat.
Di Bali misalnya terlihat biasa dan umum bila wanita menjadi pekerja kasar seperti buruh bangunan sedangkan di Pilipina mereka yang umumnya mencari nafkah adalah wanita. Lihat contoh lain di Papua, wanita bekerja sebagai petani bercocok tanam sedangkan pria berburu. Hal-hal ini berbeda dengan yang nampak pada umumnya bahwa dimana-mana tugas wanita adalah melakukan pekerjaan yang halus, yang feminine. Sedangkan untuk pria tugasnya mengerjakan hal-hal yang berat, kasar dan menjadi motor rumah tangga dalam nafkah.
Alkitab perjanjian lama menceritakan kebiasaan memihak kepada kaum pria dijaman Israel. Lihat saja peristiwa yang terjadi ketika Musa sang panglima bani Israel mengambil istri perempuan Kush. Miryam dan Harun menjadi berang dan mengatai Musa. Ditambah dengan kecemburuan maka terjadilah pemberontakan mereka. (Bilangan 12:1-2). Untuk peristiwa ini maka bangkitlah murka Tuhan. Dan ketika awan telah naik dari atas kemah, maka tampaklah Miryam kena kusta, putih seperti salju. (Bilangan 12:9-10). Harun tidak mendapatkan kusta. Membedakan jenis kelamin nampak pula dalam kehidupan orang ibrani ini. Bila lahir anak laki-laki maka masa pentahirannya adalah 40 hari namun bila anak perempuan yang dilahirkan maka masa pentahiran berjumlah 80 hari. (Imamat 12). Tapi kebiasaan yang terjadi pada jaman Perjanjian lama di perbaiki oleh Yesus dengan mencontohkan kesamaan pria dan wanita dalam peristiwa ketangkapnya seorang wanita prostitute yang dibawa kedepan Yesus. Yesus meninggikan kesetaraan gender dengan mengatakan “Barangsiapa diantara kamu tidak berdosa, hendakah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (Yohanes 8:7).
Kasih sayang dalam keluarga membuat keseimbangan dalam tugas dan tanggung jawab. Bilamana ada pengertian yang didasari oleh cinta maka sudah tentu dalam sebuah rumah tangga akan tidak ada perhitungan kerja apalagi mendasarkannya kepada gender. Bila kedua suami istri sama-sama bekerja maka saling menolong pada pelayanan dirumah seperti mencuci pakaian, membersihkan rumah maupun memasak adalah sebuah keniscayaan. Karena cinta maka suami yang menyediakan makanan maupun membersihan rumah. Setelah melihat istri yang bekerja penuh, capek, dikejar dateline di kantor sudah bijaksana kalau suami membantu mencuci dan menyeterika.
Pekerjaan mencari nafkah maupun tugas rumah dapat dilakukan oleh Suami atau istri namun satu hal yang menjadi tanggung jawab seorang ibu disampaikan oleh hamba Tuhan Mrs. Ellen G White “Tugas seorang ibu adalah membesarkan anak-anaknya dalam pengajaran yang sopan dan nasihat Tuhan. Cinta dan takut akan Allah harus selamanya dipelihara didalam pikiran anak-anak yang masih lembut. Anak-anak diajar menjadi murid Kristus. (Good Health, January 1880).
Siapa yang memasak dan melakukan tugas rumah tangga dirumah? Bapa atau Ibu atau pembantu?. Siapapun dapat melakukannya namun membesarkan anak-anak didalam Tuhan tidak dapat diwakilkan kepada pembantu atau orang lain. Itu menjadi tugas utama seorang Ibu.