Pendengar Atau Pelaku Firman

Pada umumnya kita mengenal 3 macam pelajar (learner) yaitu: 1) Auditory Learner adalah learns by listening, 2) Visual Learner adalah learns by reading, 3) Kinesthetic Learner adalah learns by doing. Dalam Alkitab terdapat pada kitab Yakobus yang menulis tentang “Pendengar atau pelaku firman” (Baca Yakobus 1:19-27). Di bawah topik ini ada tiga unsur merupakan kata kunci yang dalam istilah theology dianggap penting (imperatives) yaitu 1) Hear (mendengar) lihat Yakobus 1:19, 2) Receive (menerima) lihat Yakobus 1:21, 3) Do (melakukan) lihat Yakobus 1:22. Alkitab mengatakan bahwa faith (iman) datangnya/timbul dari pendengaran dalam versi Bahasa Inggris berbunyi demikian: “So then faith comes by hearing, and hearing by the word of God.” (Roma 10:17).

Pemazmur mengatakan “Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan…” (Mazmur 33:6), lebih lanjut dalam pasal ini menulis “Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada.” (Mazmur 33:9). Berarti dunia dan segala sesuatu dijadikan Allah selaku Pencipta. Bagaimana mungkin kita memahami sejarah penciptaan? “Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat.” (Ibrani 11:3).Dalam ayat sebelumnya memberikan definisi iman menurut Alkitab: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibrani 11:1). Sebagai pengikut Yesus, selain percaya atau memiliki iman, juga bukan sekedar pendengar yang setia, tetapi penurut atau pelaku firman itu. Alasan mengapa para pengikut Yesus harus menjadi teladan atau terang bagi sesamanya karena firman itu adalah kebenaran. Yesus sendiri mengatakan: “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran, firman-Mu adalah kebenaran.” (Yohanes 17:17).

Keselamatan itu bukan per kelompok atau bersama-sama, melainkan secara pribadi atau perorangan. Hal ini menjadi isu yang krusial dalam Alkitab baik dalam Perjanjian Lama yang mengatakan: “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Ulangan 6:5), maupun dalam Perjanjian Baru juga mengatakan: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Markus 12:30).

Bukankah ini merujuk pada hukum moral yang ditulis oleh jari Allah sendiri. Danhukum moral tersebut diingatkan secara tertulis kepada bangsa Israel pada waktu mereka ke luar dari Mesir yang diterima oleh Musa di bukit Sinai pada zaman Perjanjian Lama, kemudian ditulis ke dalam hati pada zaman Perjanjian Baru.Hukum Moral (I-X) itu bila diperas akan jadi satu kata yang menurut Rasul Paulus dalam 1 Korintus 13:13 yang terbesar dari tiga kata: 1) iman (faith), 2) pengharapan (hope), 3) kasih (love) yaitu “KASIH.” Kasih kepada Allah (I-IV) dan kasih kepada manusia (V-X). Sekalipun secara alamiah manusia berbakti bersama atau berkumpuldi tempat-tempat ibadah, namun iman yang murni adalah masing-masing secara individu yang dikenal dengan istilah “agama hati” (religion of the heart) yaitu penyerahan hati kepada Tuhan merupakanpilihan seseorang untuk berjalan dalam iman dan penurutan. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma mengatakan “Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah.” (Roma 14:12).

Umumnya ada tiga jenis hukum menurut Alkitab yaitu 1) Hukum Sipil (Civil Laws), 2) Hukum Upacara (Ceremonial Laws), 3) Hukum Moral (Moral Laws). Hukum Sipil berupa tata cara buat bangsa Israel. Hukum Upacara berupa tata cara ibadah termasuk imam dan kitab Imamat. Hukum Moral berupa Sepuluh Perintah Allah (Ten Commandments of God). Baik Hukum Sipil dan Hukum Upacara yang ditulis oleh Musa secara khusushanya berlaku bagi bangsa Israel dahulu (past), sedang Hukum Moral yang ditulis oleh jari Allah secara umum berlaku bagi bangsa Israel dahulu (past), termasuk generasi sekarang (present), serta mendatang (future).

Hukum manakah yang dipalangkan atau sudah tidak berlaku saat Yesus di salib? Tentu Hukum Upacara. Contohnya bila bangsa Israel mempersembahkan korban seperti korban penghapus dosa yang diatur dalam kitab Imamat, seekor hewan yang harus disembelih atau dikorbankan. Pada saat Yesus mati di kayu salib, tirai yang memisahkan bilik yang suci (holy place) dengan bilik yang maha suci (most holy place) di kaabah, tempat darah hewan yang disembelih dipercikkan oleh bangsa Israel yang berdosa tercabik atau terbelah dua. Perayaan Paskah bangsa Israel merujuk pada kematian Yesus, sang Mesias yang dilambangkan sebagai anak domba yang telah disembelih. (Lihat 1 Korintus 5:7).

Hukum manakah yang masih berlaku dan digenapi atau diteguhkan saat Yesus di salib?(Bandingkan Matius 5:17; Roma 3:31). Tentu Hukum Moral. Contohnya: Jangan membunuh (VI), Jangan berzinah (VII), Jangan mencuri (VIII). Agar hidup manusia dengan sesamanya damai, Allah berikan hukum-hukum ini untuk diperaktekkan dan dihargai. Hukum Moral selain kudus, juga sebagai penuntun hidup kita sampai kedatangan Yesus kedua kali. (Bandingkan Mazmur 89:15; Roma 7:12; Galatia 3:24). Hukum Moral sudah ada sejak Adam, dan berlaku sampai saat ini, bahkan kekal selamanya. Contohnya: Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat (IV)). Sesudah menjadikan langit dan bumi serta segala isinya, “Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhentidari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.” (Kejadian 2:3). Waktu Adam jatuh dalam dosa, bagaimana dia tahu kalau itu melanggar hukum? Rasul Paulus memberikan solusi, “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukumTaurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan ‘Jangan mengingini!’” (Roma 7:7).

Sampai saat ini sebagian pengikut Kristus dan orang Yahudi merayakan dan memelihara Sabat atau Sabtu selain sebagai hari ketujuh dalam minggu, juga sebagai hari yang kudus. Dari Sepuluh Perintah Allah yang diberikan kepada bangsa Israel melalui Musa sesudah mereka keluar dari Mesir, khusus pada hukum yang ke-IV Allah mengingatkan kembali “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat!” (Keluaran 20:8).Walaupun manusia diselamatkan oleh kasih karunia, tetapi manusia dihakimi berdasarkan perbuatan/penurutan terhadap hukum. Dengan perkataan lain hukum itu sebagai cermin yang menunjuk kepada kesalahann/dosa manusia. Dalam Perjanjian Baru Yakobus mengatakan “Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya.” (Yakobus 2:10).

Suatu hari penulis sedang berada di Route 1 mengendarai kendaraan menuju ke tempat ibadah di South Plainfield dari Edison, New Jersey. Sesudah lampu merah (traffic light) penulis diberhentikan oleh polisi, karena melanggar peraturan lalulintasialah tidak berhenti saat lampu merah. Biasanya sang polisi memberikan tiket yang berisi tanggal/tempat menghadapi pengadilan (court) dan denda (fine). Tetapi, entah mengapa kali ini sang polisi tidak memberikan tiket, gantinya memberikan pengampunan dan nasehat agar tidak melanggar lagi. Sang Polisi diibaratkan sebagai Tuhan, Peraturan Lalu Lintas diibaratkan sebagai Hukum Moral, Tiket diibaratkan sebagaipelanggaran atau dosa, Pengampunan diibaratkan sebagai anugerah atau kasih karunia. Dalam kasus ini Polisi tidak memberikan tiket,melainkan pengampunan yaitu anugerah atau kasih karunia. Dengan kasus ini bukan berarti penulis bebas dari pelanggaran lampu merah selamanya, malah penulis lebih berhati-hati saat akan melewati setiap lampu merah dan berusaha agar pengalaman ini tidak terulang kembali. Yohanes mengatakan “Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah.” (1 Yohanes 3:4).

Jadi, sebenarnya menurut hukum itu tidak berat, tidak seperti anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa menurut hukum itu berat.Inilah salah satu resolusi para pengikut Yesus dalam menjalani tahun 2016 membuat komitmen/janji dengan Tuhan, bukan sekedar pendengar, melainkan pelaku firman. Bagaikan sang sopir yang sedang mengendarai kendaraan di jalan. Agar aman sampai tujuan, ikuti dan perhatikan rambu-rambu lalu lintas di jalan, niscaya kita akan beroleh selain damai dalam perjalanan, juga senang bisa tiba dengan selamat. “Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat.” (1 Yohanes 5:3).